Lafadz Azan Jemaah An-Nadzir Berbeda, Terdapat Ajakan Berbuat Kebaikan

Lafadz Azan Jemaah An-Nadzir Berbeda, Terdapat Ajakan Berbuat Kebaikan

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Kamis, 06 Apr 2023 06:10 WIB
Perkampungan An-Nadzir di Gowa.
Foto: Perkampungan An-Nadzir di Gowa (Urwatul Wutsqaa/detikSulsel)
Gowa - Jemaah An-Nadzir di Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki lafadz azan yang berbeda dari umumnya. Lafadz adzan An-Nadzir tidak hanya mengajak untuk salat, tetapi juga menyerukan ajakan berbuat kebaikan.

Pimpinan jemaah An-Nadzir, Ustaz Samiruddin Pademmui menjelaskan, An-Nadzir berpedoman pada apa yang dicontohkan di zaman Rasulullah dan Abu Bakar, termasuk lafadz adzan yang digunakan. Maka, jemaah yang identik dengan rambut pirang dan sorban ini tidak menggunakan lafadz 'Asshalatu khairum minannnaum' sebagai mana lafadz adzan subuh di Indonesia.

"Mungkin yang agak berbeda itu ada adzannya, adzannya di sini (umumnya) pakai 'Asshalatu khairum minannnaum' kalau subuh saja. Kalau An-Nadzir sebagaimana di zaman Rasulullah, Abu Bakar itu adzannya tidak memakai 'Asshalatu khairum minannaum'," jelas Samiruddin kepada detikSulsel, Kamis (30/3/2023).

Samiruddin menjelaskan, lafadz adzan yang digunakan di zaman Rasulullah adalah 'Hayya ala khairil amal'. Hal ini yang kemudian diterapkan jemaah An-Nadzir, yakni memakai Lafadz 'Hayya ala khairil amal' ketika mengumandangkan adzan.

"Di zaman Rasulullah itu yang dipakai 'Hayya ala khairil amal', (artinya) mari kita berbuat kebaikan," jelasnya.

Jamaah An Nadzir berjalan menuju masjid untuk melaksanakan salat Ashar di Kampung Butta Ejayya, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (10/4/2021). Meski pemerintah belum menetapkan secara resmi awal puasa tapi, Jamaah An Nadzir telah menetapkan awal puasa 1 Ramadhan 1442 Hijriyah jatuh pada 11 April 2021 berdasarkan pengamatan tanda alam seperti pergerakan bulan dan air pasang laut. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww.Suasana di sekitar masjid perkampungan An-Nadzir (Foto: ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)

Dia mengatakan, perubahan lafadz adzan subuh seperti yang digunakan umat muslim umumnya saat ini terjadi pada zaman kekhalifaan Umar bin Khattab. Sejak perubahan yang ditetapkan tersebut, umat muslim tidak lagi menggunakan lafadz 'Hayya ala khairil amal' sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah.

"Setelah khalifah Umar, 'Hayya khairil amal,' diubah menjadi 'Assalatu khairum minannaum' (artinya) sholat itu lebih baik daripada tidur. Mungkin pada saat itu, sudah mulai malas orang-orang untuk salat jamaah salat subuh terutama," kata dia.

"Akhirnya, Umar mengeluarkan suatu fatwah, dirubah itu 'hayya ala khairil amal," menjadi "Assalatu khairum minannaum". Kalau yang umum itu tidak dipakai lagi, kalau zaman Rasulullah sebenarnya 'Hayya ala shalah 2x, hayya ala falaa, hayya ala khairil amal', sekarang sudah tidak dipakai lagi," jelasnya.

Lafadz adzan tersebut digunakan jemaah An-Nadzir tidak hanya pada waktu subuh, melainkan dipakai untuk mengumandangkan adzan salat 5 waktu.

"An Nadzir memakai itu, setiap (waktu salat) tidak ada perbedaan, subuh pun begitu," ujarnya.

Samiruddin menambahkan, dalam menjalankan syariat Islam, jemaah An-Nadzir berpedoman pada apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Dia menegaskan, seluruh syariat yang dilaksanakan An-Nadzir didasarkan pada pemahaman mereka terhadap dalil-dalil.

"Kita berusaha back to basic, yang penting kita paham asbabun nuzulnya, kita diberi tahu sampai kenapa bisa seperti itu," kata Samiruddin.

Penentuan Waktu Salat Jemaah An-Nadzir

Perkampungan An-Nadzir di Gowa.Foto: Cara An-Nadzir di Gowa tentukan waktu salat. (Al Khoriah Etiek Nugraha/detikSulsel)

Tidak hanya lafadz azan, penentuan waktu salat An-Nadzir juga berbeda. Pasalnya, jemaah An-Nadzir tidak berpedoman pada jam, melainkan pada kondisi alam.

Masuknya waktu imsak hingga salat subuh ditentukan dengan berpedoman pada terbitnya fajar kazib dan fajar sidik. Apabila di ufuk timur sudah tampak garis putih, maka itu artinya sudah masuk waktu subuh.

Dalam pelaksanaan salat zuhur dan asar, jemaah An-Nadzir cenderung melaksanakannya secara berdempetan. Mereka menggunakan sebuah alat khusus untuk menghitung jumlah bayangan, ukuran satu bayangan menunjukkan waktu dimulainya salat zuhur, sementara dua bayangan menunjukkan waktu salat asar.

Sementara itu, untuk waktu pelaksanaan salat magrib, jemaah An-Nadzir berpatokan pada waktu terbenamnya matahari. Mereka akan melaksanakan salat magrib ketika fajar sudah tenggelam dengan patokan warna langit di ufuk barat sudah berwarna merah.

Sedangkan, dalam hal pelaksanaan salat isya, jemaah An-Nadzir terbiasa mengakhirkannya seperti salat zuhur. Kelompok ini melaksanakan salat isya pada dini hari.


(urw/alk)

Hide Ads