Alasan Jamaah Laki-laki An-Nadzir Berambut Sebahu dan Pirang

Alasan Jamaah Laki-laki An-Nadzir Berambut Sebahu dan Pirang

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Senin, 03 Apr 2023 20:00 WIB
Pimpinan An-Nadzir Ustaz Gowa Samiruddin.
Foto: Al Khoriah Etiek Nugraha/detikSulsel
Gowa -

Jemaah An-Nadzir Gowa, Sulawesi Selatan, memiliki penampilan khas yang berbeda dari umat muslim kebanyakan di Indonesia. Wanita An-Nadzir mengenakan cadar, sementara jemaah laki-laki menggunakan sorban, berambut sebahu dan pirang.

Penampilan jemaah laki-laki An-Nadzir tersebut cukup mencolok. Bahkan di awal kemunculannya dituding membawa ajaran sesat hingga disebut kelompok teroris.

Pimpinan An-Nadzir Gowa Ustaz Samiruddin menjelaskan, penampilan tersebut merupakan pengajaran yang dibawa oleh imam mereka. Mengecat rambut, kata dia, merupakan salah satu upaya menegakkan apa yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini semua (rambut pirang) sebenarnya pengajaran dari budaya iman kami. Kita berusaha back to basic, menampilkan apa yang pernah ditampilkan Rasulullah," ujar Samiruddin kepada detikSulsel, Kamis (30/3/2023).

Samiruddin kemudian menjelaskan, dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah memanjangkan rambutnya hingga bahu dan dicat berwarna pirang.

ADVERTISEMENT

"Ternyata Rasulullah rambutnya sebahu, kemudian di cat, ada riwayatnya. Di zaman Rasulullah, kalau tidak salah yaitu pamannya Umar namanya Bukhofah itu sudah memutih rambutnya. Lalu Rasululah menegur, 'Bukhofah kenapa kau biarkan rambutmu memutih? dicat lah'," kata Samiruddin.

"Akhirnya dipakailah cat yang berwarna kepirang-pirangan itu," imbuhnya.

Dalam riwayat tersebut, kata dia, disebutkan bahwa kebiasaan mengecat rambut itu turut dilakukan oleh yang lainnya. Bahkan, anak-anak pun yang rambutnya masih hitam ikut mewarnai rambutnya karena tidak ingin melewatkan satu pun sunah Rasulullah.

"itu juga yang dilakukan di sini. Pirangnya pada zaman Rasulullah memakai daun-daun/paccing," kata Samiruddin.

"Kita memahami bahwa itu bagian daripada sunah. Kita ini kan berusaha untuk menampilkan sunah-sunah Rasulullah," imbuhnya.

Samiruddin pun tak menampik, kelompoknya kerap dituding sesat hingga dianggap teroris karena penampilan mereka. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat pun paham dan bisa menerima kehadiran kelompok An-Nadzir.

"Dulu makanya dianggap di sini kan panjang rambut, pirang rambut, ini Islam apalagi ini. Sampai-macam-macam dulu dikira aliran sesat lah, jaringan teroris lah, dan sebagainya. Tapi Alhamdulillah seiring dengan waktu, itu semua bisa dinetralisir," kata samiruddin.

"Diberikan penjelasan dan sebagainya, mereka semua bisa paham. Dan Alhamdulilah sampai hari ini tidak ada masalah. Bahkan lambat laun sekarang umat Islam tidak ada masalah dengan umat An-Nadzir," sambungnya.

Kebiasaan Berpakaian Jemaah An-Nadzir

Selain kebiasaan memanjangkan rambut, jemaah pria An-Nadzir juga memiliki kebiasaan berpakaian yang cukup unik dengan penggunaan jubah berwarna gelap dan sorban. Samiruddin mengatakan, kebiasaan berpakain itu umumnya digunakan hanya pada saat salat.

"An-Nadzir kan sebenarnya memakai seperti ini terutama mengutamakan pada saat beribadah. Ketika beraktivitas misalnya, bebas juga itu pakaiannya," jelasnya.

Sementara itu, jemaah perempuan tetap harus berpakaian tertutup bahkan menggunakan cadar. Berbeda dengan jemaah laki-laki yang bisa menyesuaikan pakaian, jemaah perempuan harus tetap berpakaian tertutup bahkan dalam keseharian.

"Kecuali ibu-ibu, tetap dia tertutup, tidak bisa menyesuaikan Tapi kalau bapak-bapak, ya menyesuaikan saja," ujarnya.

Samiruddin menjelaskan, penggunaan cadar bagi jemaah perempuan tersebut sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah. Bahkan, jemaah An-Nadzir yang sudah bermukim di perkampungan tersebut secara umum menggunakan cadar.

"Memang itu anjurannya seperti itu. Tapi ada juga yang tidak pakai. Kalau yang sudah mukim di sini, secara umum pakai semua," ungkapnya.

"Biasa juga ada keluarga yang datang, itu tidak dipaksakan. Tapi kalau yang mukim di sini, kalau sudah ini, ya pakai," imbuhnya.

Bahkan, tak jarang anak-anak perempuan di perkampungan An-Nadzir juga turut memakai cadar sejak masih di bangku sekolah dasar (SD). Samiruddin mengatakan, hal itu merupakan bentuk pembiasaan bagi mereka agar dapat memahami bahwa cadar merupakan bagian dari syariat.

"Itu pembiasan saja. Dari kecil memang ada, masih SD, belajar sudah pakai, pembiasan saja, tidak ada penekanan," katanya.

"Tapi seiring dengan waktu kan mereka paham bahwa memang itu dilakukan di zaman Rasulullah. Para istri-istri Rasulullah, wanita-wanita Madinah, kan banyak sekali dalil-dalil yang berkaitan denganitu,"jelasnya.




(urw/alk)

Hide Ads