"Keluarganya istrinya itu yang merekrut semua orang. Melalui pendekatan kekeluargaan," kata Kepala Desa Mattirowalie Andi Swandi kepada detikSulsel (23/3/2023).
Swandi mengatakan, pimpinan dari aliran Puang Nene berasal dari Kabupaten Soppeng. Sementara, istrinya berasal dari Sanrego, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone dan istrinya juga punya keluarga di Desa Mattirowalie.
"Untuk cara perekrutannya kami belum bisa pastikan. Tapi secara pastinya apakah ada ajakan ataukah ada iming-iming nanti kami akan telusuri dulu," sebutnya.
Aliran Puang Nene sudah pernah ditegur dan disidang oleh warga. Aliran itu sempat terhenti, namun belakangan kembali lagi.
"Dulu sudah diadili di Desa Bune di rumahnya Pak Imam, dan sudah dikira berhenti karena sudah ada perubahan. Tapi sekarang baru tersebar lagi di media sosial, dan belakangan diketahui masih berlanjut," bebernya.
Swandi menambahkan, selama proses mediasi pimpinannya tidak pernah datang. Pemerintah desa dan kecamatan, Polsek Libureng, serta tokoh masyarakat saat ini melakukan pertemuan.
"Kalau memang alirannya betul, tidak menjadi masalah. Namun, kita sementara musyawarah membahas ini apakah ditindaki atau bagaimana. Karena kita juga tidak bisa tindaki secara langsung, jangan sampai kita dituntut balik," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, warga Kabupaten Bone dihebohkan dengan kemunculan aliran Puang Nene yang diduga sesat. Puang Nene mengaku sebagai nabi dan tidak mewajibkan pengikutnya untuk salat.
"Aliran-alirannya tidak salat, dan ada dua bos besarnya mengaku nabi. Kalau di sini dikenal sebagai aliran Puang Nene," kata Kepala Desa Mattirowalie Andi Swandi kepada detikSulsel, Rabu (22/3/2023).
Aliran Puang Nene dikenal sebagai aliran dari Al Mukarramah di media sosial. Aliran itu diduga masuk di Desa Mattirowalie, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sekitar tahun 2020.
"Masuknya itu kalau tidak salah tahun 2020 sebelum COVID-19. Pengikutnya sekarang sudah ada sekitar 40-an dari masyarakat Desa Bune dan Desa Mattirowalie," sebut Swandi.
(ata/nvl)