Saat ini Jepang tengah waspada dengan jumlah populasinya yang makin banyak lansia, angka kelahiran menurun, hingga resesi seks dan masyarakat yang enggan menikah. Seorang politisi menyebut "kemampuan romantis" warga Jepang menurun menjadi penyebabnya.
Dilansir dari detikINET yang mengutip Mainichi, seorang politisi dari Partai Liberal Demokratik, Narise Ishida menyebutkan bahwa saat ini 'kemampuan romantis' warga Jepang menurun. Hal itulah yang jadi alasan mereka tidak mau menikah.
Lebih lanjutnya ia meminta pemerintah daerah untuk melakukan survei. Hal ini guna menganalisis fenomena tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angka kelahiran tidak menurun karena kebutuhan uang untuk memiliki anak. Masalahnya adalah percintaan dianggap sebagai subyek yang tabu sebelum pernikahan," katanya.
Hal itu kemudian ditanggapi oleh direktur strategi prefektur Jepang, Akira Yasuia dengan meminta pemerintah menjadikan faktor tersebut sebagai pertimbangan dalam upaya menjodohkan warga. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail apakah itu 'kemampuan romantis' atau bukan, tapi setidaknya terkait dengan kemampuan untuk merayu lawan jenis.
"Karena hal ini adalah benar-benar urusan pribadi, kita pertama-tama perlu memperdalam apa maksud dari kemampuan romantis," cetusnya.
"Dalam survei sebelumnya tentang sikap penduduk prefektur, beberapa memberikan jawaban terkait kemampuan romantis, termasuk 'Saya tidak percaya diri', dan 'Saya tidak bisa bergaul dengan lawan jenis," sebagai alasan untuk tidak menikah. Kami akan terus melakukan survei dari perspektif yang luas," tambah dia.
Diketahui, angka perjaka di Jepang saat ini sedang meningkat. Informasi itu diberitakan Japan's National Fertility Survey, dimana 1 dari 10 pria Jepang di umur 30-an tahun masih perjaka.
"Proporsi besar dari individu itu tidak bisa menemukan pasangan," cetus periset dari Tokyo University, Peter Ueda. Dia memberi peringatan bahwa naiknya angka perjaka di Jepang merupakan yang tertinggi di antara negara berpendapatan tinggi.
Jepang pun terancam, populasinya akan menurun hingga separuh dari populasi yang ada, jika dalam setengah abad tren semacam resesi seks tak bisa diatasi.
Sejumlah upaya pun dilakukan pemerintah Jepang. Salah satunya adalah pemerintah di Perfektur Miyagi, membuat layanan kecerdasan untuk menjodohkan warganya, layanan ini dapat digunakan untuk menemukan pasangan yang cocok.
Untuk di wilayah Ehime, pemerintah lokalnya memberikan penawaran perjodohan menggunakan sistem berbasis big data. Sementara di Miyazaki caranya lebih tradisional, pemerintah memfasilitasi perjodohan di mana calon pasangan berkirim surat terlebih dahulu.
Tidak hanya itu, berbagai cara juga dilakukan di wilayah lainnya. Bahkan di Tokyo, memberikan pelatihan dasar, misalnya bagaimana memulai obrolan dengan lawan jenis.
Dari hasil survei yang dilakukan National Institute of Population dan Social Security Research ditemukan bahwa, hampir seperlima pria Jepang dan 15% wanita tidak tertarik menikah, angka tertinggi sejak 1982. Hampir sepertiga pria dan seperlima wanita Jepang di usia 50-an tak pernah menikah.
Menurut pakar dari Harvard, Mary Brinton, hal itu dapat dibendung dengan usaha yang efektif, seperti menyeimbangkan antara waktu kerja dan keluarga.
"Negara pasca industri seperti Swedia menunjukkan adalah mungkin menyeimbangkan antara kerja dan keluarga sehingga tidak ada penurunan besar kelahiran," tuturnya.
(alk/alk)