Kapan waktu pelaksanaan puasa qadha perlu diketahui sebelum melaksanakannya. Berikut ini adalah waktu pelaksanaan puasa qadha, niat, dan tata cara melaksanakannya.
Seperti yang diketahui puasa qadha hukumnya wajib. Sehingga, bagi umat muslim yang belum membayar puasa Ramadhan sebelumnya untuk menyegerakan puasa qadha.
Melansir dari laman NU Online, qadha adalah bentuk masdar dari kata dasar "qadhaa" yang artinya memenuhi atau melaksanakannya. Qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam, seperti puasa Ramadhan dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qadha puasa Ramadhan, wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan, sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 184. Tidak ada ketentuan lain mengenai tata cara qadha selain dalam ayat tersebut.
Lalu berapa lama waktu yang diberikan untuk melaksanakan puasa qadha? Simak berikut waktu pelaksanaan puasa qadha, niat, serta tata caranya.
Waktu Menjalankan Puasa Qadha
Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan puasa qadha terbilang lebih dari cukup. Puasa qadha dapat dilaksanakan sejak tanggal 2 Syawal sampai sebelum memasuki Ramadhan berikutnya.
Namun, bagi yang terlambat meng-qadha-kan puasa sampai datang Ramadhan berikutnya padahal mempunyai kesempatan untuk melaksanakannya, memiliki konsekuensi, yakni selain tetap wajib meng-qdha puasa juga wajib membayar fidyah (denda).
Sementara bagi orang yang tidak memiliki kesempatan untuk meng-qadha puasa, seperti orang yang senantiasa bersafari, maka ia cukup membayar fidyah, tidak wajib meng-qadha puasa.
Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi Banten dalam Kasyifatus Saja (h. 114) berikut:
فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.
Artinya, "Di luar kategori 'memiliki kesempatan' adalah orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadhan berikutnya tiba, orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha. Tetapi kalau ia hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah itu tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qadha bukan termasuk uzur."
Niat Puasa Qadha
Jika ingin melakukan puasa qadha, wajib berniat puasa qadha di malam hari, sebagaimana menurut Mazhab Syafi'i. Demikian pula diterangkan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna'-nya sebagai berikut:
ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر.
Artinya, "Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, 'Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.' Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits," (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna', [Darul Fikr, Beirut: 2007 M/1428 H], juz II).
Adapun berikut ini adalah lafal niat qadha puasa Ramadhan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.
Artinya, "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."
Tata Cara Puasa Qadha
Pelaksanaan puasa qadha Ramadhan dilaksanakan sesuai dengan tata caranya. Berikut tata cara puasa qadha sesuai dengan kondisinya.
Qadha puasa dilaksanakan secara berurutan atau tidak?
Ada dua pendapat mengenai wajib atau tidaknya qadha puasa dilakukan secara berurutan. Pertama, jika puasa yang ditinggalkan berurutan, maka qadha harus dilaksanakan berurutan pula, lantaran qadha yang merupakan pengganti puasa yang ditinggalkan, maka harus dilakukan secara sepadan.
Sementara pendapat kedua menyebut pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan lantaran tidak satupun dalil yang menyatakan harus berurutan.
Sementara Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Maka dari itu, pendapat ini didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas). Sabda Rasulullah SAW:
قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ
"Qadha (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. " (HR. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar)
Dari kedua pendapat tersebut, maka pendapat terakhir lebih condong lantaran didukung oleh hadits yang sharih. Sementara pendapat pertama hanya berdasarkan logika yang bertentangan dengan nash hadits yang sharih.
Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan kapan saja dikehendaki, boleh berurutan, boleh juga terpisah.
Cara Qadha Puasa Jika Tertunda Sampai Ramdhan Berikutnya
Puasa qadha yang tertunda hingga Ramadhan berikutnya bisa saja terjadi yang disebabkan oleh berbagai hal. Ada yang positif dan juga negatif, seperti selalu ada halangan, sering sakit, bersikap apatis, gegebah, sengaja mengabaikan dan yang lainnya.
Puasa qadha yang tertunda sampai tiba Ramadhan berikutnya tanpa halangan yang sah, haram hukumnya dan berdosa. Sedangkan jika tertunda karena udzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa.
Meninggal Dunia Sebelum Qadha
Orang yang meninggal dunia sebelum memenuhi kewajiban qadha puasa Ramadhan artinya mempunyai utang kepada Allah SWT. Maka dari itu, pihak keluarga wajib memenuhi utang puasanya.
Ada dua pendapat terkait hal itu, pertama, pelaksanaan qadha puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia tersebut dapat diganti dengan fidyah. Yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang telah ditinggalkannya.
Sabda Rasulullah SAW:
مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ
"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya." (HR Tirmidzi, dari Ibnu 'Umar)
Hadits tersebut mendukung pendapat pertama ini. Namun oleh perawinya sendiri, yakni Imam Tirmidzi telah dinyatakan sebagai hadits gharib. Bahkan oleh sebagian ahli hadits dinyatakan sebagai hadits mauquf, atau ditangguhkan alias tidak dipakai sehingga hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah.
Pendapat kedua, jika orang yang memiliki kewajiban qadha puasa meninggal dunia, maka pihak keluarganya wajib melaksanakan qadha puasa tersebut sebagai gantinya dan tidak boleh dengan fidyah. Sedangkan dalam praktiknya, pelaksanaan qadha puasa tersebut, boleh dilakukan oleh orang lain, dengan seizin atau atas perintah keluarganya.
Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)
Dengan begitu, maka pendapat kedua lebih kuat lantaran hadits yang mendasarinya shahih. Sementara pendapat pertama dinilai lemah karena hadits yang mendasarinya marfu', gharib atau mauquf.
Cara Qadha Puasa Jika Hari yang Ditinggalkan Tak Diketahui
Wajib hukumnya melaksanakan puasa qadha sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Lalu bagaimana jika tidak mengetahui jumlah puasa yang ditinggalkan?
Jumlah hari yang harus di-qadha-kan bisa saja terjadi lantaran sudah terlalu lama atau memang sulit diketahui jumlah harinya. Maka dari itu, bijaknya dengan menentukan jumlah hari yang paling maksimum.
Kelebihan hari qadha puasa lebih baik daripada kurang. Pasalnya, kelebihan hari qadha puasa akan menjadi ibadah sunnah yang tentunya memiliki nilai tersendiri.
(urw/asm)