Zakaria Behuku, korban intimidasi kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan berhasil dievakuasi bersama 14 pekerja lainnya. Zakaria mengaku, 15 pekerja selamat setelah sempat lari ke hutan hingga terpaksa makan ular demi bertahan hidup.
"Jadi kami itu diancam dan diminta keluar dari Distrik Paro. Kami diberikan waktu 2 hari untuk keluar. Lantaran tak ada transportasi. Kami harus menggunakan jalan darat dengan berjalan kaki dan melintasi hutan," ungkap Zakaria kepada wartawan di Polres Mimika, Kamis (9/2/2023).
Zakaria menjelaskan, KKB yang dipimpin Egianus Kogoya mengancam pekerja proyek pembangunan puskesmas itu pada Sabtu (4/2). Namun sebelumnya para pekerja sudah dikumpulkan dan tinggal di balai desa sambil menunggu kehadiran kontraktor tiba ke Paro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah kontraktor kami tiba, kami diberikan honor atas pekerjaan kami pada Minggu (5/2). Lalu dia sampaikan bahwa kita dalam 2 hari ke depan harus keluar dari sini. Apabila tidak keluar nyawa kami jadi taruhannya," ungkapnya.
Para pekerja pun memutuskan berjalan kaki hingga menyeberangi sungai. Dalam perjalanan, mereka didampingi 5 warga sipil lainnya penunjuk jalan.
"Kami harus menyusuri hutan dan menyeberang sungai yang luasnya diperkirakan 100 meter. Guna mencegah dari kejaran KKB, kami pun membuat rakit dari rotan," paparnya.
"Kalau saja rakit rotan itu terbalik atau terlepas, tentu kami akan hanyut dan bisa saja kami kehilangan nyawa. Namun akhirnya kami berhasil menyeberang," tambah Zakaria.
Setelah menyeberangi sungai, mereka lalu mendaki gunung dan masuk ke hutan. Zakaria mengaku, saat itu sempat terlihat pesawat milik Susi Air sempat terlihat terbang menuju Lapangan Terbang pada Selasa (7/2).
"Namun kita tidak tahu pesawat itu terbakar atau tidak. Karena kita sudah di atas gunung dan kami akhirnya bermalam di atas gunung. Lalu paginya kami jalan terus sampai akhirnya kami sampai di Gunung Weya yang paling tinggi dari gunung yang ada di sana," urainya.
Zakaria mengatakan, para pekerja membawa makanan seadanya saat bermalam di gunung. Dia mengaku harus memakan ular karena keterbatasan bekal.
"Di sana kami bermalam di atas kaki gunung dan makan mie mentah dan makan ular yang kebetulan ada di sana, apa saja yang ada disana bisa kami makan. Karena bekal kami hanya beras yang ditaruh di saku dan beberapa mie instan," imbuhnya.
Zakaria melanjutkan, salah satu dari mereka sempat naik ke puncak Gunung Weya agar bisa menghubungi kapolres hingga bupati dengan alat komunikasi. Dia berangkat sekitar pukul 14.00 WIT dan kembali memberi informasi sekitar pukul 18.00 WIT.
"Jadi setelah pulang dari atas gunung, teman kami sampaikan bahwa telah menyampaikan ke Kapolres dan Bupati tentang situasi mereka. Lalu mereka diminta untuk beristirahat agar besoknya dijemput dengan menggunakan helikopter," katanya.
"Lalu kami beristirahat di lereng gunung dan akhirnya sekitar pukul 05.00 WIT kami naik ke atas Gunung Weya dan sampai ke puncak gunung sekitar 09.00 WIT. Sekitar 2 jam kemudian kami dijemput dan hanya 5 orang yang bisa diangkut," lanjut Zakaria.
Menurut Zakaria, penjemputan kedua sempat tertunda lantaran cuaca buruk yakni berkabut gelap. Namun beruntung 2 jam kemudian penjemputan berhasil dilakukan seluruhnya termasuk 5 orang warga yang membantu mereka.
"Jadi memang setelah evakuasi pertama gunung langsung gelap oleh kabut. Tapi puji Tuhan akhirnya kami bisa melihat matahari dan penjemputan berhasil dilakukan," terangnya.
Setelah dievakuasi dari Gunung Weya, lanjut Zakaria, seluruh pekerja beserta 5 orang masyarakat yang mendampingi dibawa ke Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga. Tak lama kemudian kembali di evakuasi ke Timika, Kabupaten Mimika.
"Sesampainya di Timika kami langsung dibawa ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan medis. Selanjutnya kami dibawa ke Polres dan malamnya kami diantar pulang ke rumah kami masing-masing," jelasnya.
Zakaria menceritakan pada saat dalam proses melarikan diri, mereka juga melihat puluhan warga setempat mengungsi. Dia melihat bahwa banyak orang tua dan anak-anak melewati lereng gunung dan tepi sungai dengan tujuan berbeda-beda.
"Jadi memang warga setempat sendiri mengungsi. Mereka sempat kami lihat ada ibu-ibu, laki-laki dewasa dan anak-anak. Kami menduga mereka takut dan mengungsi," ujarnya.
Zakaria mengaku tidak akan lagi mau bekerja di perkampungan khususnya di wilayah pegunungan. Dia menilai nyawanya lebih berharga dari pada mencari sesuap nasi.
"Saya saat ini trauma atas apa yang kami alami. Dan dalam kesempatan ini kami juga berterima kasih kepada sang pencipta dan aparat TNI Polri yang berhasil membawa kami keluar dari sana," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Sempat Dikira Intelijen Pemerintah
Diketahui 15 pekerja tersebut tengah mengerjakan proyek pembangunan Puskesmas Paro di Nduga. Mereka kemudian dievakuasi ke Base Ops Lanud Yohanis Kapiyau Timika, Kabupaten Mimika pada Rabu (8/2).
"Informasi Kapolres Nduga, pada saat ada intimidasi itu kan mereka (15 pekerja) dikumpulkan KKB, dilakukan intimidasi, itu kan daripada penyanderaan ya," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Prabowo, beberapa waktu lalu.
Benny menuturkan ke-15 pekerja itu disandera karena dicurigai KKB sebagai anggota intelijen pemerintah. Selanjutnya para pekerja dilepaskan, namun mereka diminta meninggalkan Distrik Paro.
"Mereka dikumpulkan di awal. Namun setelah itu mereka tidak lagi disandera, tapi mereka sudah disuruh pergi keluar dari wilayah Distrik Paro," tuturnya.
Simak Video "Video: Tampang KKB Siprianus Weya Perekam Pembunuhan 2 Brimob di Nabire"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/sar)