Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap ada 11 rumah dan satu gereja di Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) yang diduga digusur paksa oleh TNI. Penggusuran ini terjadi lantaran bangunan tersebut berdiri di atas lahan yang diklaim milik negara.
"Di situ masalah sengketa lahan ini atau konflik agraria ini sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1958," ungkap anggota Divisi Hukum KontraS Abimanyu kepada detikcom, Kamis (2/2/2023).
Penggusuran ini terjadi di Desa Gunung Seriang, Kecamatan Tanjung Selor. Menurutnya, tanah tersebut terlibat sengketa hingga bangunan itu dianggap berdiri di atas lahan yang bukan milik warga, namun diklaim kepemilikannya oleh Kodim Bulungan sebagai aset TNI yang tergolong dalam inventaris kekayaan negara (IKN).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adapun asal muasal penguasaan lahan tersebut adalah harta waris dari Almarhum WS Singal yang dimiliki secara Guntai menurut hukum adat Dayak," tambah dia.
Abimanyu mengungkapkan penggusuran ini dilakukan secara bertahap sejak Januari hingga September 2022. Dari laporan yang diterima pihaknya, sejumlah prajurit TNI AD Kodim 0903/Bulungan sempat datang membawa sejumlah alat berat untuk menghancurkan bangunan pada Agustus 2022.
Pihaknya lalu merincikan bangunan yang digusur, di antaranya 11 rumah, 2 kios sembako, 8 rumah yang sedang dalam proses pembangunan. Adapula 1 bangunan Gereja GPIB Pos Pelayanan Lembah Gunung Silo-Gunung Seriang, Pastori, dan beberapa bangunan pendukung lainnya.
"Penggusuran itu dilakukan secara berkala mulai bulan Januari 2022 sampai dengan September 2022," urai Abimanyu.
Namun Abimanyu menilai penggusuran itu melanggar hukum. Menurutnya, TNI AD Bulungan tidak memiliki legalitas atau dasar hukum yang jelas terkait penggusuran tersebut.
"Apabila ditelisik secara normatifnya, pihak TNI AD tidak memiliki legalitas, dan penggusuran ini tanpa dilandasi dengan putusan pengadilan atau dasar hukum yang jelas," ungkapnya.
KontraS Minta Komnas HAM Turun Tangan
Kontras mendesak Komnas HAM agar turun tangan menangani kasus ini secara transparan dan akuntabel. Kasus ini mesti diusut dengan mengacu pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
"Kami mendorong Komnas HAM untuk melakukan pendalaman kasus dan memantau proses dugaan pelanggaran HAM ini agar masyarakat Gunung Seriang mendapatkan keadilan seadil-adilnya," harap Abimanyu.
Sementara sejumlah warga yang terdampak penggusuran otomatis kehilangan tempat tinggal. Mereka terpaksa menempati kebun-kebun hingga mengungsi ke rumah warga.
"Yang saya terima saat ini situasinya memang masih mencekam ada beberapa korban penggusuran paksa mengungsi di daerah kebun-kebun warga dan rumah sanak saudaranya," paparnya.
Simak Penjelasan Kodam VI Mulawarman di halaman berikutnya...
Penjelasan Kodam Mulawarman
Kapendam Kodam VI Mulawarman Letkol Arm Kukuh Dwi Antono mengklaim pihaknya punya dasar ketika ada upaya penggusuran. TNI kata dia, tidak akan mungkin melakukan penggusuran di daerah yang bukan merupakan haknya.
"Jadi kita kalau pun melakukan kegiatan seperti itu pasti punya dasar, punya data, punya kelengkapan. Jadi kita tidak akan pernah menggusur warga yang memang bukan hak kita," beber Kukuh saat dikonfirmasi terpisah.
Namun Kukuh tidak menjelaskan detail soal dasar penggusuran yang dimaksud. Dia beralasan akan memastikan informasinya lebih dulu.
"Nanti saya carikan informasi terlebih dahulu karena kebetulan ada pergantian Dandim di Bulungan," jelasnya.