Warga Desa Randan Batu, Kecamatan Makale Selatan, Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea yang tidak melakukan reboisasi. Akibatnya, longsor sering terjadi di bantaran Sungai Sa'dan.
"Tidak ada memang penghijauan (reboisasi) yang perusahaan lakukan. Padahal, saat pembangunan itu banyak pohon di bantaran sungai itu mereka tebang, bahkan sudah hampir masuk kawasan hutan," kata salah seorang warga Desa Randan Batu, David saat ditemui detikSulsel, Senin (2/1/2023).
Menurut David, kurangnya reboisasi yang dilakukan perusahaan milik mantan Wapres RI Jusuf Kalla (JK) itu membuat kelestarian lingkungan di Sungai Sa'dan rusak. Bahkan longsor sering terjadi di sepanjang bantaran sungai saat musim penghujan tiba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak dampak yang dirasakan. Di sini makin panas karena polusi yang dikeluarkan kendaraan perusahaan yang setiap hari. Longsor juga sering terjadi kalau musim hujan, karena kan sudah tidak ada pohon yang menyangga," ungkapnya.
Sementara Manager PT Malea Energy Victor Datuan Batara, mengakui kurangnya reboisasi yang dilakukan pihaknya selama PLTA Malea Energy beroperasi di Tana Toraja. Penghijauan baru akan dilakukan tahun ini.
"Iya memang kami akui kegiatan reboisasi masih sangat kurang kami lakukan. Tahun ini kami rencanakan kok untuk melakukan penghijauan di sekitar wilayah Malea," ucapnya.
Meski demikian, dia mengklaim perusahaan telah menyalurkan dana CSR sebesar Rp 8 miliar kepada masyarakat Tana Toraja. Anggaran tersebut terbagi dalam beberapa sektor seperti, infrastruktur jalan, jembatan, instalasi air bersih, sarana pendidikan, sarana ibadah, dan kegiatan sosial lainnya.
"Kalau CSR kami sudah salurkan sekitar Rp 8 miliar selama PLTA Malea beroperasi. Berbagai sektor, ada infrastruktur, instalasi air bersih, pendidikan, tempat ibadah. Jadi memang reboisasi masih kurang," ujarnya.
Untuk diketahui, PLTA Malea memaksimalkan potensi energi air yang bersumber dari aliran Sungai Sa'dan. PLTA Malea menggunakan sistem pengambilan air run off river dengan bangunan utama berupa area pengambilan (intake area), area saluran penghantar (waterway), area tangki peredam (surge tank), dan area gedung pembangkit (power house).
PLTA ini juga memiliki dua unit mesin pembangkit yang masing-masing memiliki kapasitas 45 MW sehingga total kapasitas mencapai 90 MW. PLTA Malea merupakan pembangkit Independent Power Producer (IPP) yang masuk dalam pengawasan PLN UIP Sulawesi.
PLTA Malea bahkan paling besar di antara 34 provinsi lain. Potensinya mencapai 1.409,9 megawatt dan dapat dikembangkan menjadi pembangkit PLTA dan PLTM. Saat ini PLN membeli listrik dari PLTA Malea sebesar Rp 1.398,53 per kilowatt hour (kWh).
(hsr/sar)