Natal merupakan hari raya bagi umat kristiani di seluruh dunia. Pada waktu Natal, umat kristiani memperingati kelahiran Yesus Kristus sebagai penyelamat umat manusia.
Di Indonesia perayaan Natal tidak selalu sama. Indonesia memiliki beragam kebudayaan dan tradisi yang turut menyertai perayaan Natal.
Perpaduan tradisi dan agama membentuk sejumlah perayaan Natal yang unik di berbagai daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa tradisi unik perayaan Natal di Sulawesi, Maluku hingga Papua:
1. Tradisi Kunci Taon di Sulawesi Utara
Perayaan Natal selalu menjadi hari yang membahagiakan bagi umat Kristiani di mana pun berada. Tak terkecuali bagi umat Kristen di Sulawesi Utara (Sulut).
Sulut memang menjadi salah satu wilayah di Pulau Sulawesi yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen. Baik itu Kristen Protestan maupun Kristen Katolik.
Jika biasanya perayaan Natal baru dimulai pada tanggal 24 Desember, di Sulut suasana Natal sudah mulai terasa bahkan sejak tanggal 1 Desember. Masyarakat akan mulai merayakan Natal dengan berbagai cara hingga sampai pada puncaknya di tanggal 25.
Salah satu tradisi unik yang dimiliki oleh umat Kristiani di Sulut untuk merayakan Natal adalah tradisi Kunci Taon. Atau secara harfiah diartikan sebagai mengunci tahun.
Dalam perayaan Kunci Taon, masyarakat akan berkumpul dan melakukan pawai menggunakan kostum khas dengan tema tertentu. Acara biasanya digelar sejak pekan pertama di Bulan Desember.
Selain melakukan pawai, di sepanjang Bulan Desember, masyarakat akan memasang lampu-lampu hias di depan rumah mereka masing-masing. Kunci Taon juga sekaligus menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Sulut untuk menyambut pergantian tahun.
Kunci Taon sebagai sebuah tradisi dijadikan oleh masyarakat Sulut sebagai momentum untuk merefleksikan kembali segala peristiwa yang terjadi selama satu tahun belakangan.
Kunci Taon juga menjadi tradisi bagi umat Kristiani di Sulut untuk mencurahkan rasa syukur dan berdoa. Agar segala hal-hal yang baik dapat menyertai mereka di tahun yang akan datang.
2. Tradisi Lettoan di Toraja, Sulawesi Selatan
Jika umat Kristiani di Sulut memiliki Kunci Taon sebagai sebuah tradisi untuk merayakan Natal maka di Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel), umat kristiani memiliki tradisi yang disebut sebagai Lettoan. Diketahui Lettoan adalah miniatur rumah adat berbentuk Tongkongan (rumah adat orang Toraja).
Beberapa tahun belakangan, tradisi Lettoan masuk menjadi salah satu rangkaian acara pada festival Lovely December. Dalam festival tersebut, masyarakat menampilkan pertunjukan seni, upacara tradisional, karnival, pameran hingga suguhan kuliner khas yang tentunya lezat.
Prosesi adat Lettoan sendiri umumnya digelar pada tanggal 26 Desember, atau satu hari setelah perayaan Natal tanggal 25 Desember. Meskipun demikian, Lettoan sebenarnya tidak khusus digelar saat perayaan Natal. Pada gelaran Lettoan, masyarakat akan berkumpul untuk mengarak miniatur rumah adat khas Toraja.
Di dalam Lettoan yang di arak itu, biasanya diisi dengan babi. Miniatur rumah adat juga dipercantik dengan berbagai hiasan seperti janur hingga daun tabang (hiasan rumah adat).
Lettoan akan diarak menuju tempat perayaan. Selama perjalanan, masyarakat yang bertugas mengarak Lettoan akan mengguncang-guncangkan rumah adat itu sambil bersorak-sorai.
Bagi masyarakat Toraja, tradisi ini memiliki makna yang cukup dalam. Tradisi mengarak babi di dalam miniatur rumah adat khas Toraja itu mewakili tiga dimensi kehidupan sebagai manusia.
Lettoan merupakan ekspresi syukur atas setiap kemudahan dan kemakmuran. Proses mengarak miniatur rumah adat dalam tradisi Lettoan juga dianggap sebagai simbol persatuan masyarakat.
3. Tradisi Cuci Negeri Soya di Maluku
Menjelang perayaan Natal di tanggal 25 Desember, masyarakat Maluku, khususnya di Kota Ambon akan menggelar acara adat bernama Cuci Negeri Soya. Acara itu biasanya dilaksanakan pada minggu kedua di Bulan Desember.
Cuci Negeri Soya dipimpin langsung oleh Upulatu (Raja) Soya. Cuci Negeri Soya dilakukan dalam satu rangkaian kegiatan seperti pembersihan negeri, naik ke Gunung Sirimau, upacara adat Cuci Negeri, Cuci Air (Wai Werhalouw dan Unuwer) hingga masuk Kain Gandong.
Acara adat ini sudah menjadi tradisi yang berlangsung bertahun-tahun sejak zaman dahulu. Namun Cuci Negeri Soya masih dapat dilestarikan hingga saat ini.
Upacara Cuci Negeri bertujuan untuk membersihkan negeri. Selain itu, upacara ini juga berarti menyucikan diri dari perasaan perseteruan, kedengkian dan saling curiga.
4. Tradisi Barapen di Papua
Barapen merupakan salah satu tradisi masyarakat Papua. Barapen biasanya dilakukan oleh masyarakat ketika menyambut perayaan Hari Raya Natal.
Barapen atau membakar batu merupakan kegiatan memasak secara kolektif yang dilakukan masyarakat. Mereka memasak di atas batu yang dibakar.
Batu tersebut akan dibakar dengan menyalakan api. Untuk menyalakan api masyarakat masih menggunakan cara tradisional yakni dengan menggesek kayu. Setelah itu batu disusun agar dapat dijadikan tempat memasak bersama-sama.
Biasanya masyarakat Papua akan memasak sayur-sayuran dan daging babi di atas batu yang dibakar itu. Setelah selesai memasak, maka makanan yang sudah selesai diolah kemudian disajikan untuk disantap bersama-sama saat merayakan Natal.
Bahkan makanan yang dimasak bersama-sama itu juga biasanya dibagikan kepada seluruh warga kampung di sekitar. Melalui tradisi Barapen, masyarakat Papua ingin mewujudkan rasa syukur dan solidaritas kepada sesama.
Acara bakar batu saat ini sudah berkembang semakin luas menyesuaikan dengan kondisi zaman. Upacara bakar batu juga digunakan oleh masyarakat Papua untuk menyambut tamu-tamu penting seperti Bupati, Wali Kota, Gubernur, Presiden dan sebagainya.
(xez/alk)