Triops Cancriformis, Hewan Mata Tiga yang Menjadi Spesies Tertua Dunia

Triops Cancriformis, Hewan Mata Tiga yang Menjadi Spesies Tertua Dunia

Tim detikINET - detikSulsel
Jumat, 16 Des 2022 23:59 WIB
triops
Triops. Foto: Wikiwand
Jakarta -

Triops cancriformis, merupakan hewan bermata tiga atau biasa disebut udang kecebong. Triops cancriformis disebut sebagai spesies tertua di bumi yang ada hingga saat ini, diperkirakan dapat bertahan hidup hingga 250 juta tahun.

Dilansir dari detikINET, Kamis (15/12/2022), pada Bulan November 2010, Triops cancriformis diberikan gelar sebagai "makhluk hidup tertua" dari Guinness World Records.

Pemberian gelar itu bukan tanpa alasan. Hasil temuan-temuan fosil menunjukkan, krustasea seperti udang lapis baja telah ada sejak periode Trias. Diketahui periode Trias berlangsung pada sekitar 251,9 juta hingga 201,3 juta tahun lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bentuk tubuh Triops yang seperti sekop sangat cocok untuk digunakan menggali dasar kolam yang merupakan habitat tempat tinggal mereka. Desain tubuh hewan ini sangat menunjang bagi Triops untuk dapat bertahan dari kepunahan hingga ratusan juta tahun.

Berdasarkan penelitian DNA yang diterbitkan pada tahun 2010 bahwa udang kecebong tidak berhenti berevolusi di balik cangkangnya sekalipun wujudnya tidak pernah terlihat berubah. Udang kecebong selalu menciptakan perbedaan antar spesies sepanjang waktu meskipun tak dapat dilihat oleh mata manusia.

ADVERTISEMENT

Udang kecebong T. cancriformis menjadi salah satu contohnya. T. cancriformis sebenarnya hanya keturunan dari nenek moyang Trias yang tampak serupa, padahal usianya tidak lebih dari 25 juta tahun.

Pesaing Hewan Mata Tiga

Kemampuan bertahan hidup yang baik bukan hanya dimiliki Triops cancriformis atau si udang kecebong. Masih ada "fosil hidup" lain yang dapat menyaingi Triops dalam urusan bertahan hidup, yakni sekelompok ikan laut dalam yang disebut coelacanth.

Awalnya para peneliti pertama kali menemukan fosil coelacanth sekitar tahun 1800-an. Para peneliti juga sempat mengira coelacant sudah punah pada akhir periode Cretaceous 66 juta tahun yang lalu.

Namun pada tahun 1938, para nelayan mengangkut coelacanth hidup di lepas pantai Afrika Selatan. Ikan purba ini diperkirakan berusia lebih dari 400 juta tahun.

Meskipun demikian spesies coelacanth yang masih hidup saat ini tidak sama dengan spesies coelacanth yang telah menjadi fosil. Coelacanth yang sudah menjadi fosil, telah benar-benar punah.

Dalam jurnal Marine Biology, pada sebuah studi di tahun 2010 memperkirakan spesies hidup dari jenis ini muncul dalam 20 hingga 30 juta tahun terakhir.

Kemudian sebuah studi pada tahun 2012 yang diterbitkan jurnal Molecular Phylogenetics and Evolution menemukan kelompok kepiting tapal kuda Asia tertua yang disebut Tachypleus muncul sekitar 25 juta tahun yang lalu. Meskipun terlihat mirip dengan fosil yang berusia ratusan juta tahun lalu, namun kelompok kepiting itu tidak sama dengan nenek moyangnya kepiting tapal kuda kuni yang hidup sekitar 480 juta tahun yang lalu.

Udang kecebong alias si hewan mata tiga coelacanth dan kepiting tapal kuda menjelaskan kepada kita bahwa organisme yang tampak paling stabil pun selalu berubah. Ahli biologi belum selesai menguraikan sejarah evolusi semua hewan hidup dan tidak akan ada jawaban pasti untuk misteri ini sampai mereka melakukannya.

"Saya kira tidak ada bukti bahwa satu spesies pun telah ada selama lebih dari beberapa juta tahun," kata Africa Gómez, seorang ahli biologi evolusi di University of Hull dan penulis senior studi udang kecebong di tahun 2013, dilansir dari detikInet yang mengutip Live Science.

Suatu spesies biasanya hanya bertahan antara 500 ribu hingga 3 juta tahun sebelum mereka mati karena kepunahan atau digantikan oleh keturunannya. Hal itu selaras dengan hasil studi catatan fosil.

"Predator berevolusi, mangsa berevolusi, predator berevolusi, mangsa berevolusi, pesaing berevolusi, pesaing lain berevolusi," kata Scott Lidgard, kurator emeritus fosil invertebrata di Field Museum di Chicago.

Lidgard juga mengatakan bahwa lingkungan menjadi faktor yang dapat memengaruhi berapa lama suatu spesies bertahan hidup.

Terlebih lagi, faktor lingkungan dapat memengaruhi berapa lama hewan bertahan hidup.

"Katakanlah kelompok takson beradaptasi dengan baik pada jenis habitat tertentu dan iklim berubah secara dramatis. Jika tidak bisa bermigrasi ke tempat lain dengan habitat yang sama, ia akan punah," katanya.

Pada satu sisi Gomez tidak menganggap hewan apa pun sebagai fosil hidup karena istilah tersebut memberi kesan hewan berhenti berevolusi. Sementara di sisi lain Lidgard menilai istilah "fosil hidup" dapat digunakan untuk mempelajari suatu organisme dengan atribut tertentu, khususnya pada pengamatan atas sebuah laju perubahan evolusioner yang lambat.




(xez/alk)

Hide Ads