Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah mengembangkan pembangunan kawasan hortikultura secara terpadu (food estate) seluas 200 hektare di beberapa kabupaten. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi krisis pangan, pengendalian inflasi, serta proyeksi kebutuhan pangan Ibu Kota Negara (IKN) ke depan.
Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik menjelaskan program food estate ke depannya akan menghasilkan panen hingga ribuan ton komoditi hortikultura. Oleh karena itu, fasilitas penyimpanan (cold storage) sangat diperlukan untuk memperpanjang daya simpan komoditi, sekaligus pengembangan food storage dan surplus beras.
"Kita membutuhkan fasilitas berupa cold storage yang lengkap beserta sarana dan prasarananya. Kalau kita punya cold storage di masing-masing daerah, maka komoditi bisa kita tahan lalu didistribusikan," kata Akmal dalam keterangan tertulis, Kamis (24/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Graha Sande. Dalam kesempatan ini, Akmal menyampaikan terkait kondisi surplus beras di Sulawesi Barat. Meski demikian, kondisi ini lebih dinikmati oleh pemasok kebutuhan industri atau pun pasar (offtaker) dari luar.
Ia menyebut beras asal Sulawesi Barat akan diambil oleh para offtaker, yang nantinya akan dijadikan produk dagang dan didistribusikan kembali ke Sulbar. Sebab, ia tak ingin ke depannya, produksi beras petani lokal diambil offtaker luar, lalu dipasarkan kembali Sulawesi Barat.
"Kita memang menyadari ada persoalan rantai distribusi yang selama ini harus kita benahi kembali. Jadi, biasanya produksi kita diambil oleh offtaker dari Sulawesi Selatan baru balik lagi ke sini. Saya katakan rantai distribusinya agak terlalu panjang," jelasnya.
Melihat hal ini, Akmal menjelaskan pihaknya saat ini sedang mengajak beberapa offtaker untuk mengambil produksi beras petani lokal untuk kemudian didistribusikan langsung di Sulbar. Meski demikian, hal ini tentu memerlukan upaya, salah satunya dengan memiliki gudang penyimpanan.
"Namun, persoalannya pemetaan kebutuhan beras kita masih kecil-kecil dan banyak sekali. Ini yang akan kita coba benahi ke depan," jelas Akmal.
"Pentingnya kita punya gudang, kalau kita punya gudang di masing-masing daerah saya pikir produksi-produksi yang ada di Polman dan Mamuju bisa kita tahan di lokasi, kita distribusikan untuk kebutuhan lokal dan sisanya kita bawa ke luar daerah," imbuhnya.
Di samping itu, kata Akmal, kolaborasi semua pihak juga diperlukan sehingga produksi beras lokal tidak didominasi oleh offtaker dari luar. Terlebih saat ini banyak petani lokal yang mendapatkan modal awal dari offtaker luar agar produksi mereka tidak dijual ke offtaker lain.
"Tidak mudah memang karena faktanya banyak petani kita sudah mendapatkan modal awal dari offtaker. Tetapi bagi kita harus berusaha agar ada offtaker lokal yang berani membuat kebijakan yang berbeda," tutupnya.
(prf/ega)