Mengenal Laksamana Muda John Lie, Penyelundup Andal TNI AL dari Manado

Mengenal Laksamana Muda John Lie, Penyelundup Andal TNI AL dari Manado

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Selasa, 15 Nov 2022 13:27 WIB
Laksamana Muda John Lie
Laksamana Muda John Lie (Foto: Dok. LIPI)
Makassar -

Laksamana Muda John Lie merupakan seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pria kelahiran Manado ini dikenal sebagai sosok penyelundup andal dalam berbagai misi yang dilakukan demi memperjuangkan tanah air ibu pertiwi.

Dikutip dari jurnal berjudul Perjuangan Laksamana Muda John Lie dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1946-1966 yang diterbitkan oleh Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten tahun 2015, John Lie merupakan keturunan dari Etnis Tionghoa yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan pada masa Revolusi Fisik. Meskipun dia keturunan dari Etnis Tionghoa, John Lie dengan semangat, bakat, disiplin yang disertai dengan rasa tanggung jawab yang sangat tinggi begitu gigih berjuang demi tanah air tercinta.

John Lie berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Revolusi Fisik di tahun 1946-1950. Dia mengakhiri pengabdiannya sebagai TNI dalam kesatuan Angkatan Laut pada tahun 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masa Kecil John Lie

John Lie lahir di Kanaka, Manado, Sulawesi Utara (Sulut) pada tanggal 9 Maret 1911. Dia merupakan anak kedua dari pasangan Lie Kae Tae dan Maryam Oei Tseng Nie.

Tanah kelahiran John Lie di Kanaka merupakan bagian dari Kampung Tionghoa yang terletak di Kecamatan Manado Tengah. Kedatangan etnis Tionghoa di Manado pada mulanya didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membantu membuat benteng pertahanan di wilayah tersebut.

ADVERTISEMENT

John Lie lahir di tengah keluarga dengan kondisi ekonomi yang cukup stabil dan berkecukupan. Ayahnya merupakan pemilik perusahaan pengangkutan Vetol, perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi.

Ketika menginjak usia tujuh tahun di tahun 1918, John Lie kecil mulai menempuh pendidikan sekolah dasar pada Holland Chinese School (HCS). HCS merupakan merupakan sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda untuk anak-anak Tionghoa.

Suatu ketika, John Lie kecil melakukan tindakan yang dianggap sebuah penghinaan oleh gurunya. Tindakannya itu membuat John Lie dipindahkan dari HCS ke CHR (Christelijke Lagere School). Di sekolah inilah akhirnya John Lie belajar pengetahuan umum, serta pelajaran yang bersentuhan dengan nilai-nilai kristiani.

Masa kecil John Lie banyak dihabiskan untuk bermain, sama halnya dengan anak kecil pada umumnya. John Lie gemar bermain bola serta bermain di laut yang berdekatan dengan Kampung Tionghoa.

Suatu ketikan, saat John Lie sedang bermain di pelabuhan, dia melihat sebuah kapal eskader milik Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Seketika muncul keinginan John Lie untuk menaiki kapal tersebut.

Karena tidak diizinkan naik, John Lie kecil nekat berenang mendekat ke arah kapal dan menaikinya. Sejak kejadian tersebut, hasrat John Lie untuk berlayar menaiki kapal mulai tumbuh, dia bertekad menjadi seorang pelaut yang gagah berani.

Masa Remaja John Lie

Pada awal tahun 1928, di usianya yang menginjak 17 tahun, John Lie meninggalkan kampung halamannya. Dia kemudian bekerja sebagai buruh pelabuhan di Batavia.

Setelah setahun bekerja sebagai buruh pelabuhan, John Lie mulai bekerja di KPM (Koninlijk Paketvaart Maatschapij), sebuah perusahaan pelayaran kerajaan milik Belanda. Sebelum bekerja di KPM, John Lie sempat mengikuti pendidikan singkat kursus navigasi selama tiga bulan di Batavia untuk menjadi stuurman (mualim).

Sejak menyelesaikan kursus navigasi tersebut, John Lie mulai aktif sebagai pelaut dan bertugas sebagai stuurman. Dia kemudian melakukan berbagai pelayaran ke berbagai penjuru wilayah.

John Lie Berlayar Meninggalkan Indonesia

Sebelum invasi Jepang ke Indonesia, perusahaan KPM telah mendapatkan peringatan dari pemerintah Hindia Belanda supaya semua kapal-kapalnya segera keluar dari perairan Indonesia menuju Australia. Akhirnya, kapal MV Tosari yang saat itu ditumpangi John Lie bergerak meninggalkan Indonesia menuju ke barat yaitu Kolombo di Sri Lanka wilayah Inggris.

Selanjutnya, Kapal MV Tosari berlayar ke pelabuhan Bombay (kini Mumbay) di India. Di sana, mereka membongkar muatan karet dan memuat perbekalan, genever (minuman sejenis gin khas Belanda), dan bahan makanan.

Setelah itu, kapal MV Tosari menuju teluk Persia dan lego jangkar di Pelabuhan Royal Navy (Angkatan Laut Kerajaan Inggris) di Khoramshar (kini wilayah Iran). Kapal MV Tosari dan John Lie kemudian bergabung dalam Satuan Tugas Logistik Angkatan Laut Inggris (Logistic Task Force Royal Navy), mereka mendapatkan tugas melayani pasokan kapal-kapal Sekutu yang tiba dari Australia.

Selama bertugas di bawah Royal Navy, John Lie belajar banyak hal dan meningkatkan keahliannya. John Lie belajar mengoperasikan berbagai senjata, taktik perang laut, sistem komunikasi berupa kode morse, pengenalan jenis kapal yang dioperasikan sekutu, hingga pengenalan ranjau laut.

John Lie Kembali ke Indonesia-Bergabung dengan TNI AL

Setelah Kota Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh pasukan sekutu, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Mendengar hal tersebut, Sutan Syahrir lalu mendesak Mohammad Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama Soekarno.

Indonesia secara resmi memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, kurang lebih pukul 10.00 WIB. Pembacaan teks proklamasi yang menandai berakhirnya belenggu penjajah dan rakyat Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka bertempat di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Saat mendengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka, John Lie yang saat itu tengah berada di Teluk Persia bertekad untuk segera kembali ke tanah air bersama teman-temannya sesama pelaut dari Indonesia. Namun, dia harus menunggu kesempatan baik agar pihak sekutu tidak curiga.

Pada Februari tahun 1946, semua awak kapal KPM yang berdinas di Pangkalan Angkatan Laut Inggris diperbolehkan kembali ke Indonesia. John Lie kemudian pulang bersama teman-temannya dengan menggunakan Kapal MV Ophir dari Koramshar ke Indonesia dengan melewati rute Bombay.

Setelah melewati perjalanan yang panjang serta beberapa kali dicegat dan diperiksa karena dicurigai sebagai mata-mata Belanda, John Lie akhirnya tiba di tanah air. Setibanya di Indonesia, tempat pertama yang dituju John Lie adalah Kota Yogyakarta, tepatnya Markas Besar Umum ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia).

John Lie menjelaskan maksud kedatangannya untuk bergabung bersama dalam perjuangan Indonesia di bidang maritim. Para perwira tersebut menjawab bahwa untuk dapat bergabung atau tidak tergantung dari keputusan Kepala Staf Umum yaitu Laksamana III M. Pardi.

Selanjutnya, John Lie diperiksa oleh para perwira, lalu dibawa menghadap ke Laksamana III M Pardi dan Laksamana M Nazir. Saat bertemu dengan para petinggi Angkatan Laut itu, John Lie justru ditawari pangkat karena memiliki segudang pengalaman dalam dunia kemaritiman.

Namun, John Lie menolak tawaran itu karena ia ingin bergabung bukan untuk mencari pangkat. Keinginan John Lie bergabung dengan Angkatan Laut tak lain untuk turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Akhirnya John Lie resmi diterima sebagai anggota Angkatan Laut Republik Indonesia setelah menerima surat keputusan dari pimpinan yang dibawa oleh Kapten Sheeran.

Pengabdian John Lie Semasa Hidupnya

Awal mula John Lie bergabung dengan kesatuan Angkatan Laut Republik Indonesia, dia mendapat pangkat sebagai Kelasi III (Matroos Deerde Klaas). Meskipun begitu, beberapa perwira ALRI tampaknya tak segan bertanya ke John Lie tentang ilmu kelautan yang didapatkannya selama bekerja di Royal Navy.

Pada tanggal 29 Agustus 1946, John Lie berangkat menuju Pelabuhan Cilacap dengan menggunakan kereta uap dari stasiun Yogyakarta guna menjalankan misi pertamanya sebagai prajurit ALRI. Dalam misi ini, John Lie diperintahkan segera berangkat ke daerah perjuangan di pangkalan Cilacap untuk bertugas sebagai nautika, membersihkan perairan dan pantai Segara Anakan dari segala ranjau laut.

Selain itu, John Lie juga diminta menjadikan Segara Anakan tempat pendidikan dan pelatihan bagi seluruh anggota ALRI terutama para perwira muda ALRI dalam bidang kelautan. Dalam misi itu, John Lie juga mengajar/melatih kepada seluruh anggota ALRI di Cilacap secara teori dan praktek dalam menghitung pasang surut air laut (Verticale Horizontale Water be Weging) di perairan luar dalam serta tentang prosedur dan administrasi kesyahbandaran.

Melihat kinerja John Lie dalam melaksanakan tugasnya tersebut, pada minggu pertama November 1946 John Lie mendapatkan penghargaan yaitu kenaikan pangkat dari Kelasi III menjadi Mayor Laut.

Ketika terjadi Agresi Militer pertama, John Lie sedang berada di Singapura. John Lie kemudian bergabung dengan Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yaitu Mayor Ali Djajeng Prawira dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Sepanjang menjadi prajurit Angkatan Laut, John Lie telah membuktikan kemampuannya dalam berbagai misi yang diembannya. John Lie adalah sosok prajurit sekaligus pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang mengemban tugas menyelamatkan keutuhan wilayah Indonesia pada masa Revolusi Fisik, maupun dari berbagai gangguan keamanan kelompok separatis yang berusaha memecah belah persatuan Indonesia.

John Lie dikenal sebagai sosok penyelundup yang sangat handal. Sepanjangan pelayarannya dalam membawa misi demi kepentingan bangsa Indonesia, John Lie tercatat paling sedikit 15 kali melakukan operasi penyelundupan.

Suatu ketika, saat kapal The Outlaw membawa 18 drum minyak kelapa sawit yang menyebabkan John Lie ditangkap perwira Inggris. Akan tetapi, di pengadilan Singapura John Lie tidak terbukti melanggar hukum dan tidak bersalah sehingga dia dibebaskan.

Keberhasilan John Lie menerobos blokade Belanda berkali-kali, membuat media pemberitaan di London beberapa kali menyiarkan dalam siaran beritanya tentang keberhasilan John Lie. Bahkan, keberhasilan John Lie menerobos blokade Belanda, membuatnya diberi julukan terhadap kapal The Outlaw dengan sebutan "The Black Speedboat".

Berkat keberhasilannya menyelesaikan berbagai misi perang, kepangkatan John Lie terus merangkak. Pangkat tertinggi yang diraihnya sebelum pensiun adalah Laksamana Muda.

Pada tahun 1966, berdasarkan hasil seminar Angkatan Darat yang dilaksanakan, WNI keturunan Tionghoa diwajibkan mengganti nama. John Lie kemudian mengganti namanya menjadi Jahja Daniel Dharma.

Akhir Hayat John Lie

John Lie mengakhiri pengabdiannya dalam militer pada tahun 1966. Setelah itu, John Lie melanjutkan kegiatannya dalam bidang sosial, keagamaan, dan wiraswasta.

John Lie meninggal dunia pada tanggal 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta. Atas jasa-jasanya dalam mengabdikan diri kepada bangsa Indonesia, John Lie dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto.

Pada 9 November 2009, lebih dari dua dekade setelah wafat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada John Lie.




(urw/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads