Hari Jadi Kota Makassar diperingati hari ini, Rabu 9 November 2022. Tahun ini Kota Makassar menginjak usia 415 tahun.
Usia ratusan tahun ini tidak terlepas dari perjalanan sejarah Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo). HUT Kota Makassar didasarkan pada masuknya Islam pada di awal abad ke-17.
Di abad ini, sejumlah peristiwa sejarah terjadi. Tidak hanya proses masuknya Islam tetapi juga perlawanan rakyat Makassar dalam melawan penjajah, khususnya VOC yang ingin mengambil alih kekuatan perdagangan Kerajaan Makassar.
Kemasyhuran Kota Makassar sebagai pusat perdagangan kala itu tidak terlepas dari strategi dan berbagai upaya yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa. Ekonomi yang tumbuh subur di Kota Makassar menjadikan kota ini menjadi sasaran bagi bangsa asing seperti Portugis dan Belanda untuk melakukan perniagaan.
Dikutip dari jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya berjudul "Perlawanan Sultan Hasanuddin Terhadap VOC 1660-1669 M yang terbit tahun 2022" disebutkan bahwa mulanya Belanda datang ke Kota Makassar untuk berdagang setelah mendapat persetujuan dari Raja Gowa ke XIV I Mangarrangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin. Kedatangan Belanda saat itu disetujui dengan satu syarat, yakni hanya untuk berdagang.
Syarat ini diberikan karena Raja Gowa mengetahui bahwa Belanda adalah musuh besar orang Portugis yang terlebih dahulu datang ke Makassar untuk berdagang.
Namun, setelah berhasil berdagang di Makassar, Belanda justru semakin berambisi untuk menguasai perdagangan di Makassar. Mereka menganggap para pedagang Eropa lainnya sebagai saingan dan tidak ingin jika mereka berkeliaran di Makassar.
Belanda bahkan memonopoli perdagangan di wilayah Timur Indonesia. Setelah mengusir bangsa Portugis dan Spanyol dari Maluku, Belanda juga menghalau perahu-perahu dagang Makassar di dekat perairan Ambon agar dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Selain itu, VOC juga mendesak Raja I Mangarrangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin untuk tidak lagi menjual beras kepada bangsa Portugis di Malaka. Karena tuntutannya tak diindahkan oleh Raja Gowa, VOC pun merasa murka, sejak saat itu berbagai pertempuran antara VOC dengan Kerajaan Gowa terus terjadi.
Perlawanan Rakyat Makassar di Bawah Pimpinan Sultan Hasanuddin
Pertempuran VOC dengan Kerajaan Gowa terus berlangsung hingga masa kepemimpinan Sultan Hasanuddin yang diangkat menjadi Raja Gowa pada tahun 1653.
Saat memimpin Kerajaan Gowa, Sultan Hasanuddin tetap menjalankan serta melanjutkan kebijaksanaan pendahulunya yakni Sultan Alaudin dan almarhum ayahnya Sultan Malikussaid, untuk tidak mengakui hak monopoli perdagangan VOC.
Hal ini membuat hubungan antara Kerajaan Gowa dan VOC semakin memanas. VOC yang menganggap Kerajaan Gowa sebagai musuh yang sangat berbahaya dan terus berusaha menghancurkannya.
Ancaman VOC bagi wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa yang semakin kuat mau tidak mau memaksa rakyat pribumi untuk ikut melakukan perlawanan. Sepanjang tahun 1660-1670, berbagai perlawanan terhadap VOC dilakukan oleh Sultan Hasanuddin bersama rakyat Makassar (Gowa-Tallo).
Berikut ini beberapa peristiwa yang menggambarkan perlawanan terhadap VOC yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin bersama rakyat Makassar:
1. Peristiwa Tahun 1660
Pada tanggal 12 Juni 1660, terjadi pertempuran antara Belanda dengan pasukan meriam dari Benteng Panakkukang. Dalam waktu dua hari, Belanda berhasil menduduki Benteng Panakkukang.
Sultan Hasanuddin tidak tinggal diam, dan berhasil mengambil alih benteng tersebut melalui sebuah perjanjian yang sebenarnya sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa. Akhirnya, Sultan Hasanuddin yang didampingi oleh Karaeng Karunrung yang terkenal sangat benci dan tidak mau berkompromi dengan VOC memutuskan untuk tidak menuruti isi perjanjian itu.
Karena situasi terus memanas, akhirnya pertempuran antara VOC dan Kerajaan Gowa kembali pecah. Situasi diperparah setelah Arung Palakka pergi ke Batavia meminta bantuan dan dilindungi VOC.
Belanda melancarkan beberapa serangan kepada Kerajaan Gowa. Usai menerima sejumlah serangan, Sultan Hasanuddin pun bertekad untuk melakukan serangan balasan.
Pasukan VOC dengan perlengkapan dan persenjataannya lebih unggul mampu bertahan dari serangan Kerajaan Gowa. Meskipun demikian, serangan yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin tetap membuahkan hasil. Sembilan orang tentara Belanda tewas dalam pertempuran itu dan dimakamkan di dekat Benteng Panakukang.
2. Peristiwa De Walvis Tahun 1662
Pada 1662, Sultan Hasanuddin bersama pasukannya kembali melakukan perlawanan terhadap Belanda setelah sebuah kapal VOC yang bernama De Walvis masuk ke perairan yang dikuasai oleh Kesultanan Gowa. Kapal itu dikejar oleh armada Kesultanan Gowa hingga akhirnya kandas pada sebuah Tanah Gosong di tepi laut Somba Opu.
Dalam perlawanan tersebut, armada Kesultanan Gowa berhasil menyita 16 buah meriam dari kapal tersebut. Belanda lalu menuntut agar meriam itu dikembalikan, tetapi Sultan Hasanuddin menolaknya dengan alasan kapal itu melanggar dan memasuki wilayah perairan Kesultanan Gowa.
3. Peristiwa De Leeuwin
Pada suatu malam, tanggal 24 Desember 1664, kapal VOC "De Leeuwin" memasuki perairan Kerajaan Gowa, kapal tersebut membawa Arung Palakka dengan beberapa orang dari Buton ke Batavia. Kapal tersebut lalu dikejar oleh armada Kesultanan Gowa hingga akhirnya kandas di pulau Dayang-dayangan di sebelah Selatan Benteng Panakukang.
Sebanyak 40 orang dari total seluruh anak buah kapal Belanda mati tenggelam. Sementara itu, 162 orang lainnya yang masih hidup ditawan dan dibawa ke Somba Opu. VOC pun menuduh bahwa Sultan Hasanuddin merebut sebuah peti yang berisi uang perak sebanyak 1.425 ringgit Belanda yang dimuat dalam kapal tersebut.
VOC juga berulang kali menuntut dan meminta uang itu dikembalikan. Namun Sultan Hasanuddin menolaknya dan mengatakan bahwa semua barang sitaan yang berasal dari musuh adalah hak milik Kesultanan Gowa. Selain itu, Kapal VOC yang ditahan itu juga telah melanggar perairan Kesultanan Gowa.
Baca juga: Link Download Logo HUT Kota Makassar 2022 |
Akhirnya, VOC mengirim Cornelis Kuyff dengan 14 orang anak buahnya untuk memeriksa keadaan kapal De Leeuwin yang kandas tersebut. Kedatangan VOC saat itu itu tanpa izin dan tanpa sepengetahuan Sultan Hasanuddin.
Setibanya di sana, pasukan VOC langsung dikepung oleh pasukan Kesultanan Gowa yang kemudian memrintahkan pasukan VOC itu menyerah. Pasukan VOC yang saat itu menolak menyebabkan pertempuran sengit yang menewaskan seluruh pasukan VOC saat itu.
4. Perlawanan Terhadap Belanda di Buton
Pada tahun 1655, tepatnya di bulan April, armada Gowa yang dipimpin langsung Sultan Hasanuddin menyerang orang-orang Belanda yang telah menduduki kerajaan Buton.
Saat itu, Belanda mencoba menghasut Sultan Buton untuk mempertahankan wilayahnya dan serta berjanji akan membantu semaksimal mungkin. Namun, berkat serangan yang sangat hebat, mereka berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa.
Setelah Kerajaan Gowa Berhasil meruntuhkan perlawanan Belanda di Buton, Sultan Hasanuddin bersama para pasukannya pun meninggalkan perairan Buton lalu kembali ke Gowa.
5. Melawan Laksamana Speelman dalam Perang Makassar
Dalam Perang Makassar yang berlangsung tahun 1666-1669, Sultan Hasanuddin bersama rakyat Makassar melakukan perlawanan terhadap pasukan VOC yang dipimpin oleh Spellman.
Dikutip dari jurnal UIN Alauddin Makassar yang berjudul 'Kondisi Sosial-Politik Pasca Perjanjian Bongaya 1667', Perang tersebut terjadi karena VOC yang berambisi ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di wilayah timur Nusantara. Meskipun berlangsung cukup singkat, perang yang terjadi saat itu benar-benar menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Makassar, khususnya rakyat Kerajaan Gowa.
Melihat penderitaan yang dialami oleh rakyatnya, Sultan Hasanuddin yang saat itu merupakan Raja Gowa memutuskan untuk berdamai dengan Belanda. Keputusan berdamai dengan Belanda tersebut agar penderitaan rakyatnya segera berakhir.
Pada tanggal 18 November 1967 sebuah perjanjian perdamaian antara Kerajaan Gowa dengan VOC Belanda ditandatangani di sebuah desa di selatan kota Makassar, yang kini dikenal dengan Perjanjian Bongaya. Perjanjian Bongaya dimaksudkan untuk mengakhiri Perang Makassar yang telah memakan banyak korban jiwa dan materi.
Namun, setelah penandatanganan Perjanjian Bongaya, Perang Makassar tidak benar-benar berakhir. Kelompok yang tidak mengakui Perjanjian Bongaya bertekad untuk terus melawan VOC Belanda.
Perang antara VOC dengan Kerajaan Gowa pun kembali berlanjut, perlawanan itu dipelopori oleh Karaeng Karunrung yang sejak awal membenci VOC. Dia terus menerus mendesak Sultan Hasanudin untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda.
Pada tanggal 12 April 1668 perang antara VOC pimpinan Speelman dan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanudin untuk kesekian kalinya kembali pecah. Bahkan perang yang terjadi setelah perjanjian Bongaya itu lebih besar dari sebelumnya.
Kemudian, Speelman dalam suatu kesempatan menyurati pimpinan VOC di Batavia. Dia meminta agar pimpinan VOC segera mengirimkan bala bantuan agar VOC dapat memberikan pukulan terakhir kepada Kerajaan Gowa dan menjamin perdamaian mutlak.
Pada bulan April 1669 pasukan Belanda melakukan serangan kepada warga Makassar, serangan itu dilakukan secara teratur dan berulang-ulang. Penyerangan yang dilakukan Belanda saat itu mendekat ke Benteng Somba Opu sehingga membuat suasana peperangan semakin sengit.
Pada tanggal 24 Juni 1669, Belanda berhasil menaklukkan benteng utama dan benteng Kerajaan Gowa. Benteng Somba Opu takluk secara terhormat setelah Kerajaan Gowa di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan dengan sangat gigih.
Simak Video "Video: Rencana BGN Buat SPPG Daerah Terpencil untuk Warga Adat"
(urw/alk)