Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik memimpin High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Se-Sulawesi Barat di Majene hari ini. Ia menjelaskan permasalahan inflasi saat ini tengah menjadi perhatian Presiden. Bahkan, persoalan ini juga telah telah ditindaklanjuti oleh Mendagri agar seluruh daerah memberikan perhatian yang serius, termasuk di Sulbar.
"Kami berterima kasih kepada BI yang memberikan perhatian dan kolaborasi bersama untuk menekan inflasi," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut, Akmal menyampaikan beberapa item seperti beras dan minyak saat ini masih menjadi penyumbang inflasi. Meski demikian, ia mengatakan Sulbar masih mengalami surplus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Distribusi pasokan pangan menjadi kunci agar inflasi dapat ditekan, seperti daerah yang memiliki pasokan lebih dapat menyuplai darah yang mengalami kekurangan, inilah menjadi esensi," ungkapnya.
Soal tata kelola, ia mengatakan banyaknya anggaran terkait penanganan inflasi yang tidak tersalurkan dengan maksimal masih menjadi persoalan. Oleh karena itu, ia memerintahkan kepala dinas terkait untuk melakukan pengadaan bibit di setiap kabupaten tanaman yang berpotensi untuk dilakukan penanaman. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi ancaman inflasi pada Desember mendatang.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Perwakilan Sulbar Hermanto mengaku bersyukur hingga kini perekonomian di Sulbar masih positif. Adapun berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi di Sulbar tumbuh 3,39.
"Meningkat dibandingkan sebelumnya, ini tentunya hal yang positif sejak COVID kita mengalami pertumbuhan negatif, dan saat ini positif lagi," paparnya.
Meski demikian, jika dilihat secara nasional dan dibandingkan provinsi lain, Sulbar berada di nomor enam terendah secara nasional dengan pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada Oktober sebesar 5,26 persen.
Untuk itu, ia meminta agar semua pihak dapat bekerja sama menekan inflasi. Hermanto pun memprediksi Sulbar dapat kembali mengalami inflasi jika tidak ditangani dengan serius.
"NamuN, kita masih punya dua bulan November dan Desember, risiko inflasi cukup tinggi. Sehingga ini menjadi perhatian untuk menekan inflasi khususnya untuk pangan," tutup Hermanto.
(akn/ega)