Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang populer dan banyak digunakan masyarakat Indonesia. Umumnya pantun digunakan sebagai bentuk komunikasi seperti saat prosesi pernikahan atau upacara adat.
Pada mulanya pantun dibuat hanya sebagai sastra lisan. Namun dalam perkembangannya banyak dijumpai pantun dalam media tulisan khususnya untuk keperluan pembelajaran.
Pengertian Pantun
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari laman Institute Seni Indonesia Denpasar, pantun memiliki makna yang sama dengan umpama. Sepantun sama artinya dengan seumpama.
Sementara itu, juga dijelaskan bahwa pantun awalnya berasal dari bahasa Minangkabau yaitu kata petuntun (pa-tuntun) yang artinya penuntun atau bisa juga diartikan sebagai perumpamaan. Perubahan bunyi patuntun menjadi pantun adalah hal yang lazim dalam bahasa Minangkabau.
Jenis-Jenis Pantun
Adapun jenis-jenis pantun, berdasarkan isinya bisa dibagi ke dalam beberapa jenis. Diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Pantun Nasehat
Pantun nasehat adalah jenis pantun yang banyak berisi nasehat, petuah atau wejangan. Biasanya diberikan dari orang yang lebih tua kepada yang lebih muda seperti orang tua kepada anaknya.
2. Pantun Nasib
Pantun jenis ini umumnya digunakan untuk menggambarkan atau menyatakan keresahan hidup seperti kesulitan, kesengsaraan, kemiskinan, penderitaan dan lain sebagainya.
3. Pantun Muda
Pantun muda adalah pantun yang biasanya digunakan untuk menggambarkan masalah-masalah yang terkait dengan anak muda-mudi, seperti percintaan, kerinduan, ke-jomblo-an dan semacamnya.
4. Pantun Gembira
Seperti namanya pantun ini biasanya menggambarkan perasaan senang, suka cita, dan kebahagiaan akan sesuatu. Pantun seperti ini biassanya digunakan dalam acara-acara seperti pernikahan atau perayaan sesuatu.
5. Pantun Kiasan
Pantun kiasan adalah pantun yang berisikan perumpamaan atau pengibaratan akan sesuatu. Tujuannya untuk menyampaikan sesuatu dalam makna kiasan bukan makna sebenarnya.
6. Pantun Adat
Pantun adat biasnya digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang sifatnya pepatah atau kata-kata adat yang dijadikan sebgai pegangan hidup masyarakat.
7. Pantun Bebas
Ini adalah jenis pantun dimana sampiran dan isinya dibuat secara bebas. Biasnaya dibuat secara spontan mengikuti suasana di mana pantun itu disampaikan. Meski bebas, namun tetap memperhatikan kaidah dalam pantun yang umum.
8. Pantun Jenaka
Pantun jenis ini lebih banyak digunakan untuk berolok-olok atau mempermaikan seseorang melalui kata-kata. Biasanya isi pantun tidak terjadi sebagaimana digambarkan dalam pantun tersebut.
Kaidah Berpantun yang Benar
Melansir dari Jurnal Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitan dan Pengembangan (Bappelitbangda) yang berjudul "Mari Berpantun dengan Benar", disebutkan bahwa Pantun lazimnya dibuat dalam bentuk bait dengan kaidah atau syarat tiap bait terdiri dari empat baris. Tiap barisnya terdiri dari 8 sampai 12 suku kata.
Bagian akhir kalimat setiap baris menggunakan sajak atau rima yang berpola (bunyi) a-b-a-b. Dengan kata lain, akhir baris pertama sama bunyinya dengan akhir baris ketiga, dan akhir baris kedua sama dengan akhir baris keempat.
Selain itu, kaidah pantun yang benar lainnya adalah adanya sampiran dan isi. Di mana dua baris pertama merupakan sampiran, dan dua baris berikutnya adalah isi pantun.
Sampiran ini berfungsi sebagai pengantar persamaan bunyi atau sajak sebelum masuk pada isi pantun. Sehingga secara makna, antara sampiran dan isi pantun tidak ada keterkaitannya.
Bagaimana dengan pantun yang bersajak a-a-a-a?
Menurut pengamat sastra, Drs. Suparlan, M.M. yang menulis jurnal tersebut, pantun yang menggunakan sajak berpola a-a-a-a tersebut tidaklah memenuhi syarat sebagai sebuah pantun yang benar. Sebab kaidah pantun yang benar harusnya menggunakan rima berpola a-b-a-b.
Contoh-Contoh Pantun yang Benar
Berikut ini beberapa contoh pantun dan penjelasannya berdasarkan kaidah-kaidah pantun yang dijelaskan di atas.
Contoh 1:
Belilah selendang kain sutera,
kain sutra berwarna jingga.
Mari berdendang bersuka ria,
hiburkan hati tinggalkan pilu.
Secara sekilas, pantun diatas memiliki baik dan larik yang menarik. Sebab setiap baris menggunakan pola rima atau sajak yang sama (a-a-a-a).
Namun, jika mengacu pada kaidah pantun yang benar maka tentu pantun di atas tidaklah memenuhi syarat sebagai pantun yang benar. Sebab melanggar kaidah pantun yang seharusnya menggunakan rima atau sajak a-b-a-b.
Maka, agar pantun tersebut menjadi benar harusnya diubah menjadi seperti berikut ini:
Belilah selendang kain sutra,
kain sutra berwarna ungu.
Mari berdendang bersuka ria,
hiburkan hati tinggalkan pilu.
Contoh 2:
Rintik hujan di pagi hari,
basahai pohon basahi bumi.
Sejuk di badan sejuk di hati,
makin betah mengurung diri.
Contoh pantun di atas, masih belum memenuhi kaidah pantun yang baik dan benar. Setidaknya terdapat dua kesalahan yang terdapat pada pantun tersebut.
Pertama, pantun ini masih melanggar kaidah pantun berima a-b-a-b. Kedua, pada contoh di atas tidak adanya sampiran dalam bait di atas. Keseluruhan baris dalam bait di atas merupakan isi yang masih saling berkaitan satu sama lain.
Agar memenuhi syarat, maka pantun di atas dapat diubah menjadi:
Rintik hujan di pagi hari,
basahi bumi dan dedaunan.
Wahai kasih datanglah kemari,
agar rinduku terobatkan.
(edr/alk)