Sebanyak 68.988 siswa jenjang SD/SMP hingga SMA/SMK di Provinsi Papua Barat dilaporkan putus sekolah. Salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah ini karena faktor ekonomi.
"Banyak anak-anak asli Papua yang putus sekolah. Dari data 68.988 anak putus sekolah," tutur Pj Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw dalam keterangannya, Jumat (22/10/2022).
Paulus menuturkan, faktor ekonomi orang tua siswa menjadi salah satu penyebabnya. Bupati dan wali kota pun diimbau segera mencari solusi terbaik agar para siswa bisa kembali melanjutkan pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita mau diskusikan dengan para bupati/wali kota untuk mencari solusi. Banyak faktor penyebabnya, antara lain dari faktor ekonomi orang tua," ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di Papua Barat. Hal ini juga berdampak pada masa depan anak-anak di dunia kerja.
Paulus mengkhawatirkan, tingginya anak putus sekolah bisa berdampak pada peningkatan angka pengangguran di Papua Barat di masa mendatang.
"Namun dengan kondisi ini bagaimana anak-anak kita mau bekerja. Masalah pendidikan Itu merupakan topik utama yang harus kita bahas dan selesaikan," tegasnya.
Sementara akademisi Universitas Papua (Unipa) Agus Sumule mengaku miris dengan tingginya angka anak putus sekolah di Papua Barat. Hal ini harus segera menjadi perhatian serius pemerintah.
"Data yang saya paparkan 68.988 anak tidak menyelesaikan sekolah di Papua Barat, merupakan data yang tiap tahun dikeluarkan oleh Kemendikbudristek," ungkap Agus Sumule yang dihubungi detikcom, Sabtu (22/10).
Dari data yang diterima, Agus Sumule merincikan, dari total 68.988 anak yang tidak dapat menyelsaikan pendidikan tersebar di 13 kabupaten/kota di Papua Barat. Rinciannya, ada 24.725 di antaranya merupakan siswa jenjang SD, lalu tingkat SMP sebanyak 25.326 orang dan tingkat SMA/SMK sebanyak 18.938 orang.
"Di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni merupakan penyumbang terbesar anak tidak sekolah sebanyak 5.598. Selanjutnya Kabupaten Kaimana dengan jumlah anak tidak bersekolah sebanyak 4.588, dan Kabupaten FakFak sebanyak 4.318 anak tidak bersekolah," urai dia.
Sementara di wilayah Kabupaten Manokwari, lanjut Agus, penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah, sebanyak 12.804. Kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak dengan 8.508 anak tidak bersekolah. Sedangkan di urutan ketiga, Kota Sorong dengan jumlah 6.577 anak tidak bersekolah.
"Di sisi lain penyumbang anak putus sekolah terendah adalah Kabupaten Tambrauw dengan angka 1.061 anak tidak bersekolah. Total keseluruhan anak putus sekolah se-Provinsi Papua Barat, 68.988 anak putus sekolah," papar Dosen Ilmu Kependudukan Unipa ini.
Agus menegaskan untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga hal yang penting yang patut jadi perhatian. Salah satunya, meningkatkan kesadaran orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak, terjangkaunya akses sekolah, dan ketiga pentingnya tenaga guru merata dan berkualitas.
"Bicara pendidikan, maka setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai yang diamanatkan UU 1945. Masalah guru yang paling utama untuk kita tuntaskan. Hanya para pendidik yang bisa menyelesaikannya. Bukan media sosial atau youtube. Hanya guru yang menyelesaikannya," tutupnya.
(sar/tau)