Hari Batik Nasional diperingati setiap tanggal 2 Oktober setiap tahunnya. Batik sudah menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia yang telah mendunia.
Pada tanggal 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan batik sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi. Sejak saat itu, Batik secara resmi diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Proses mendunianya batik Indonesia tentu tak terjadi begitu saja. Batik telah melalui serangkaian proses panjang dari masa ke masa hingga akhirnya dikenal dan diakui dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Penetapan Hari Batik Nasional
Dilansir dari laman resmi Republik Indonesia, pada saat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), batik diusulkan menjadi daftar World Heritage di UNESCO. Akhirnya, pada tahun 2009, batik berhasil memperoleh predikat Intangible Cultural Heritage of Humanity atau atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi.
Keberhasilan Indonesia memperoleh predikat tersebut bukanlah hal yang mudah. Sebab, Malaysia saat itu juga mengklaim batik sebagai bagian dari budaya mereka.
Atas keberhasilan tersebut, Presiden SBY pun menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, yang kemudian diperingati setiap tahunnya.
Dalam sepanjang satu dasawarsa pemerintahan SBY, banyak digelar forum di tingkat regional maupun multilateral yang menempatkan Indonesia sebagai tuan rumah. Di antaranya KTT ASEAN ke-19 dan KTT Asia Timur (East Asia Summit) di tahun 2011. Dalam forum-forum tersebut, batik ditetapkan sebagai dress code.
Promosi Batik ke Mancanegara Sejak Zaman Soekarno
Upaya mempopulerkan batik hingga bisa dikenal dunia telah dilakukan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Pemerintah bersama sejumlah stakeholder berkolaborasi untuk mempromosikan batik secara berkesinambungan.
Meskipun tak pernah terlihat menggunakan batik dalam foto-fotonya, Presiden Soekarno disebut sebagai salah satu sosok yang memprakarsai penciptaan motif batik yang mengandung pesan persatuan Bangsa Indonesia.
Selanjutnya, terciptanya motif 'Batik Indonesia' atas permintaan Soekarno...
Presiden Soekarno dikisahkan pernah bertemu dengan seorang seniman batik asal Solo Go Tik Swan, atau juga dikenal dengan nama Kanjeng Pangeran Arya (KPA) Hardjonagoro. Dalam kesempatan itu, Soekarno menyampaikan keinginannya untuk merangkum pesan persatuan bangsa dalam selembar kain batik. Dia pun meminta kepada sang seniman untuk mewujudkan ide tersebut.
Sesuai permintaan Presiden Soekarno, Go Tik Swan pun menciptakan sebuah desain batik yang kemudian dinamai 'Batik Indonesia'. Motif Batik Indonesia yang diciptakan Go Tik Swan bukanlah desain batik bercorak gaya Solo, Yogya, Pekalongan, Cirebon, Lasem, atau corak batik lainnya, melainkan gabungan dari corak dan gaya batik dari seluruh Indonesia.
Selain perpaduan coraknya yang khas, Batik Indonesia karya Go Tik Swan juga dibuat dengan perpaduan banyak warna. Go Tik Swan menggunakan perpaduan warna batik Solo yang didominasi warna hitam dengan batik pesisiran yang didominasi warna cerah.
Sepanjang perjalanannya menjadi pengrajin batik, Go Tik Swan telah menciptakan 200 motif, beberapa karyanya seperti Rengga Puspita, Sawunggaling, atau Kembang Bangah Kuntul Nglayang Tik Swan cukup populer di kalangan di kalangan kolktor batik. Motif batik karya Go juga telah memperkaya khazanah motif batik di Indonesia.
Selain Presiden Soekarno, Presiden Soeharto juga disebut sebagai sosok yang memiliki kontribusi besar dalam mendongkrak popularitas batik. Bahkan, tidak sedikit pelaku usaha di sektor ini yang menyebut Soeharto sebagai 'Pahlawan Batik'.
Seragam Korpri yang kini menjadi pakaian wajib PNS merupakan implementasi dari ide Soeharto yang ingin menempatkan batik sebagai simbol identitas nasional. Desainer dari logo Korpri sendiri merupakan hasil karya dari seorang seniman lukis bernama Aming Prayitno.
Presiden Soeharto juga hampir selalu mengenakan kemeja batik dalam beberapa kesempatan saat menyambut kunjungan tamu kenegaraan. Selain itu, dalam beberapa momen, Presiden Soeharto sering kali memberikan batik kepada tamu kenegaraan sebagai cinderamata.
Pada tahun 1994, batik semakin populer setelah dijadikan dresscode dalam KTT APEC yang diselenggarakan di Indonesia. Kala itu, seorang perancang batik bernama Iwan Tirta diminta membuat 18 motif batik untuk 18 kepala negara peserta APEC sesuai dengan warna budaya negara masing-masing dengan sentuhan corak batik etnis Jawa.
Strategi Presiden Soeharto dalam mempopulerkan batik banyak ditiru para Presiden Indonesia yang menjabat sesudahnya.