Balai Wilayah Sungai Sulawesi I mengungkapkan keluarga Sumeisey tidak terdaftar sebagai penerima ganti rugi pembangunan Bendungan Kawangkoan Kuwil di Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut). Sebelumnya ahli waris keluarga Sumeisey, Sendie Sumarauw (52) menuntut ganti rugi lahan Rp 6,4 miliar.
PPK Pengadaan Tanah Bendungan Kuwil Kawangkoan, Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, Daisy Tinangon mengungkapkan pada tahun 2021 keluarga Sumeisey sudah pernah menanyakan terkait masalah tersebut di Balai Sungai.
Pada saat itu mereka mengaku bahwa ahli waris Sumeisey memiliki lahan di kawasan Bendungan Kuwil Kawangkoan. Namun setelah dilakukan pemeriksaan di dalam daftar penerima ganti rugi ahli waris, ternyata keluarga Sumeisey tidak terdaftar sebagai daftar nominatif penerima ganti rugi lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah itu kami melihat di daftar nominatif penerima nama ganti rugi. Setelah dilihat tidak ada nama ganti rugi atas nama Marie Sumeisey," kata Daisy ketika dikonfirmasi detikcom, Selasa (13/9/2022).
Pihak Balai sudah melakukan tinjauan ke lokasi. Pada saat itu ahli waris Sumeisey menunjukkan lahan mereka. Berdasarkan keterangan tersebut pihaknya lalu memberi overlay.
Namun lahan yang diklaim ahli waris Sumeisey ditemukan terdaftar dua kepemilikan yakni atas nama Yoppi Karundeng dan Chritian Agung.
"Kami cocokkan dengan peta yang ada panitia pelaksana tanah ternyata lahan itu dapat pada dua bidang tanah orang lain dengan dua kepemilikan," ujarnya.
Daisy menyampaikan lahan atas nama Yoppi Karundeng seluas 7,2 hektare itu telah dilakukan proses pembayaran biaya ganti rugi pada tahun 2015. Sementara untuk lahan atas nama Chritian Agung seluas 1 hektare itu belum dilakukan pembayaran ganti rugi. Karena saat ini masih konsinyasi di Pengadilan Negeri Manado.
"Kemudian untuk satu bidang itu sudah dibayar pada tahun 2015, kemudian yang satu lagi konsinyasi di Pengadilan Negeri Manado," tuturnya.
Daisy menjelaskan pihaknya tidak punya kewenangan untuk menguji kebenaran materiil atas surat-surat kepemilikan yang dilampirkan dan memutuskan pihak-pihak berhak atas objek pengadaan tanah apabila terjadi sengketa.
Tak hanya itu, kepastian hukum tanah tersebut secara keperdataan harus dibuktikan dengan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Permintaan Marie Sumeisey Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) belum bisa mengabulkan, karena belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
Sementara ketika dikonfirmasi terkait lokasi lahan yang diklaim ahli waris Sumeisey, disebut terdaftar di Desa Kawangkoan. Namun kata dia, keluarga Sumeisey menyampaikan bahwa lahan mereka terdaftar di Desa Kolongan.
"Kalau data di Balai Sungai itu terdaftar di Desa Kawangkoan, tapi keluarga Sumeisey mengklaim tanah mereka di Desa Kolongan," pungkasnya.
(hsr/sar)