Pasukan pengibar bendera atau paskibra Kecamatan Sibulue, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) melaksanakan pengibaran bendera merah putih di lapangan berlumpur. Mereka tetap menjalankan tugas dalam upacara HUT ke-77 RI meski kaki sudah dipenuhi lintah.
"Tantangannya kemarin karena lapangan yang berlumpur. Belum lagi lintah yang ada di lapangan karena sempat satu kali lintah nempel di kaki saya," kata Pembawa Baki Paskibra Sibulue Andi Tenri Shyva kepada derikSulsel, Kamis (18/8/2022).
Shyva menilai kejadian yang berlangsung di Kelurahan Maroangin, ibu kota Kecamatan Sibulue itu sulit diprediksi. Dia dan para paskibra Sibulue hanya menjalaninya dengan lapang dada.
"Karena pemerintah juga berusaha untuk memperbaiki lapangan, tapi hujan tidak pernah berhenti, jadi saya selaku pembawa baki tetap ingin mensukseskan hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia walaupun dalam kondisi yang tidak memungkinkan," sebutnya.
Shyva menambahkan, upacara di lapangan yang berlumpur sangatlah susah. Kaki harus tertahan di dalam lumpur yang dalam.
"Iya, penuh lumpur. Jangankan baju, muka saja belepotan lumpur dan sebagian sepatu juga tertinggal di lapangan," bebernya.
Meski begitu Paskibra Sibulue berhasil menyelesaikan tugasnya mulai dari penaikan hingga penurunan bendera. Seluruh Paskibra juga terharu usai menjalankan tugasnya.
"Sangat terharu, karena kita bisa menyelesaikan tugas negara dengan kondisi yang seperti ini. Juga disamping itu pelatih kami yang begitu antusias melatih kami, terima kasih," sebutnya.
Sementara Pembina Paskibra Kecamatan Sibulue Sersan 2 Muhammad Supriadi Tamrin mengaku, untuk kondisi lapangan khususnya di Kecamatan Sibulue berlumpur karena hujan deras.
"Anak-anak Paskibra sudah saya sampaikan sejak awal latihan mulai 25 Juli. 1 minggu sebelum upacara hujan, makanya kita latihannya di luar lapangan sambil menunggu kondisi lapangan bisa mengering," ucapnya.
Melihat kondisi lapangan berlumpur para pelatih paskibra memberikan motivasi kepada anak-anak terus menerus. Agar seluruh peserta paskibra bersemangat menjalankan tugasnya.
"Untuk motivasinya saya sering menyampaikan, silakan memilih antara menangis bahagia, dan menangis sedih. Saya tekankan itu, karena upacara ini disaksikan oleh orang tuamu, masyarakat, dan mereka akan bangga ketika kalian berhasil. Keberhasilan Paskibra gongnya pada saat dibentangkan itu sempurna. Orang akan tepuk tangan," bebernya.
Supriadi menuturkan, tidak ada waktunya mengeluh dengan kondisi lapangan seperti itu. Karena mengeluh juga tetap akan dilaksanakan. Pada intinya tampilkan yang terbaik.
"Mengeluh hal yang wajar, karena kadang dapat lintah, ada juga ular air. Ada beberapa ekor lintah saya cabut dari betisnya anak-anak kemarin," sebutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Babinsa Desa Ajangpulu, Kecamatan Sibulue itu menyampaikan, untuk pakaian Paskibra hanya 1. Setelah selesai pengibaran evaluasi sebentar sambil istirahat, dan diminta untuk cuci bajunya masing-masing.
"Basah atau tidak, bersih atau tidak tetap dipakai untuk penurunan bendera, karena pakaian cuman 1. Sepatunya tetap dipakai basah, mau gimana lagi," katanya.
"Alhamdulillah mulai pengibaran sampai penurunan anak-anak sukses dan tidak ada halangan apapun. Semua orang meneteskan air mata," sambung Supriadi.
(hsr/asm)