Keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J meminta bantuan pada Pemuda Batak Bersatu (PBB) untuk menjaga makam. Hal ini dilakukan lantaran pihak keluarga khawatir terjadi sesuatu pada jasad Brigadir J jelang pelaksanaan autopsi ulang.
"Kalau kami di sini organisasinya kuat. Memang kami minta juga, tetapi mereka juga siap membantu keluarga. Mereka berjaga-jaga di sana mulai tadi malam," kata salah satu anggota keluarga Brigadir J, Rohani Simanjuntak dilansir dari detikSumut, Kamis (21/7/2022).
Rohani mengatakan bahwa pihak keluarga berharap kebenaran di balik kematian Brigadir J dapat diungkap secara terang dan jelas. Sehingga tidak ada lagi yang ditutupi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami inikan orang awam, takutnya ada hal-hal yang tidak diinginkan menjelang autopsi ini," jelasnya.
Organisasi PBB melakukan penjagaan di makam Brigadir J setelah pihak kepolisian menyetujui untuk melakukan autopsi ulang. Penjagaan makam tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya tindakan yang tidak diinginkan dalam mengungkap kebenaran dibalik peristiwa polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo tersebut.
"Informasi dari keluarga dan pengacara akan diautopsi. Ada keraguan, karena itu makam ini harus dijaga. Mana tau ada hal-hal yang tidak diinginkan. Kita tidak tahu kedepan. Karena masalah ini belum selesai," jelas salah satu pengurus PBB di Jambi, Rudi Sihotang.
Sihotang mengatakan anggota PBB akan melakukan penjagaan setiap hari sampai dilakukan autopsi. Setiap hari ada 4 orang anggota PBB yang menjaga di makam Brigadir J.
"Menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kami berembuk sekitar 4 orang setiap malam sampai pagi. Kami dari organisasi PBB Sungai Bahar menginginkan dan keluarga juga menginginkan. Dan mengawal terus kasus ini," jelasnya.
Autopsi Ulang Brigadir J Melibatkan Tim Dokter 3 Matra TNI
Autopsi ulang jasad Brigadir J dilakukan karena pihak keluarga menolak hasil hasil autopsi yang dilakukan RS Polri. Pada proses autopsi ulang ini akan dilakukan oleh tim independen yang melibatkan dokter forensik dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) hingga Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSAL).
"Telah dibicarakan tadi dalam gelar bahwa akan dibentuk tim independen, yaitu melibatkan dokter-dokter forensik gabungan dari RSPAD, kemudian dari RSAL, RSAU, dan RSCM, dan salah satu RS swasta nasional. Termasuk yang diajukan polisi, misalnya dari mana gitu," kata Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak dikutip dari detikNews, Kamis (21/7).
Kamaruddin mengatakan pihak keluarga menolak hasil autopsi yang pertama sebab dinilai terdapat kejanggalan terkait kematian Brigadir J. Selain itu, pihak keluarga juga merasa proses autopsi yang pertama tidak transparan, karena pihak keluarga tidak dilibatkan selama proses berlangsung.
"Terbukti bahwa keluarga tidak dilibatkan dalam hal pembuatan visum et repertum maupun autopsi, kecuali hanya anaknya yang anggota Polri diperintahkan oleh Karo Provos untuk datang ke menghadap Karo Provos, kemudian diminta menandatangani surat-surat di RS Polri. Tapi tidak bisa menemui atau melihat abangnya. Tapi, begitu ditandatangani surat itu atas perintah Karo Provos, maka dikeluarkanlah dari satu ruangan dan ternyata abangnya sudah selesai berpakaian dengan rapi, dimasukkan ke dalam peti," ujar Kamaruddin.
"Artinya, sebelum ditandatangani surat persetujuan keluarga itu, sudah dilaksanakan lebih dulu visum et repertum dan autopsi versi mereka," sambungnya.
(tau/ata)