Peternak di Kabupaten Toraja Utara (Torut), Sulawesi Selatan (Sulsel) kekeh menolak pemusnahan kerbau terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Kebijakan pemerintah untuk pencegahan PMK ini dianggap merugikan apalagi harga jual kerbau mencapai Rp 200 juta.
"Tidak setuju saya. Kerbau kita ini harganya sudah puluhan juta (rupiah) bahkan ada ratusan juta yang jenis Tedong Bonga (kerbau belang)," tegas Herman, salah seorang peternak kerbau saat dikonfirmasi detikSulsel, Selasa (19/7).
Menurutnya kebijakan pemerintah saat ini belum menguntungkan peternak jika kerbau PMK dimusnahkan dengan pemotongan. Kompensasi atau biaya ganti rugi sebesar Rp 10 juta per ekor yang disiapkan pemerintah atas rencana pemusnahan, tidak sebanding dengan harga jual kerbau di pasaran.
"Kami rugi besar kalau begitu, kenapa tidak cari solusi lain saja kah," sambung dia.
Pihaknya pun memilih mengkarantina kerbau terjangkit PMK untuk mencegah penularan kepada kerbau yang sehat. Dengan harapan kerbau seharga Rp 200 juta bisa sembuh jika dirawat dengan baik.
"Dua bonga (belang) ada harganya Rp 200 juta ada Rp 100 juta. Saya isolasi saja dulu daripada dimusnahkan," ungkap Herman.
Menurutnya kebijakan penanganan dan pengendalian PMK tidak bisa disamakan di semua daerah. Makanya dia berharap pemerintah bisa mencari solusi terbaik yang sama-sama menguntungkan.
"Harga kerbau di Toraja itu tinggi, tidak seperti daerah lain. Itu merugikan kita (peternak) kalau itu dipaksakan," ungkap Herman.
Untuk diketahui, hingga saat ini kasus positif PMK di Toraja Utara tembus 137 kasus. Namun ada 13 ekor kerbau di antaranya yang dilaporkan telah sembuh secara klinis.
Pemkab Toraja Utara Mengaku Dilema
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toraja Utara mengaku dilema dengan situasi tersebut. Kebijakan pemusnahan kerbau PMK demi pencegahan penularan terhambat persoalan sosial di masyarakat, utamanya peternak kerbau.
"Dilematis memang. Di lain sisi kebijakan pemerintah, di lain sisi lagi peternak tidak mau kerbaunya dimusnahkan," keluh Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Toraja Utara, Lukas P Datubarri usai dikonfirmasi terpisah.
Padahal pihaknya sudah menempuh upaya persuasif kepada para peternak. Namun belum ada titik temu terkait solusi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.
"Kita sudah mencoba melakukan pola komunikasi baik kepada mereka tapi tetap tidak ada yang mau," ungkapnya.
Simak kebijakan pemotongan ternak di halaman berikutnya.
(sar/asm)