Siswi SD 002 Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) inisial MF (10) mengalami kisah pilu diusir guru dari kelas gegara tidak punya HP dan seragam sekolah. Bocah sebatang kara itu diusir saat hendak mengikuti ujian.
Kisah pilu itu dialami MF di sekolahnya pada Selasa (28/5). MF yang saat itu hendak ke sekolah untuk mengikuti ujian mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari guru dan teman-teman kelasnya.
"Saat ingin ikut ujian, anak ini (MF) disuruh pulang oleh gurunya dengan nada tidak enak, karena anak ini tidak ikut pembelajaran selama setahun," ujar Ketua TRC-PPA Kaltim, Rina Zainun kepada detikcom, Jumat (3/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MF saat itu tak bisa berbuat banyak. Usai mendapat perlakuan tidak menyenangkan itu, ia langsung pulang dengan kondisi menangis, lalu ditemukan seorang relawan di jalan.
"Selain diusir, anak ini juga mendapat tindak bully dari teman kelas. Dia dilempar kertas dan buku saat diusir dari kelas oleh gurunya," tutur Rina.
TRC-PPA Kaltim yang mendapat informasi tersebut kemudian membantu melakukan mediasi. Sebab MF merupakan anak yatim yang ibunya meninggal sejak MF berusia 3 tahun. Sedangkan ayah kandungnya tengah mendekam di penjara.
"Anak ini dirawat oleh tantenya, dan keluarganya orang tidak mampu, tidak bisa membelikan handphone dan seragam untuk mengikuti pembelajaran sekolah," tuturnya.
Keluarga Sempat Kira MF Berbohong
Bibi MF, Munawarah sempat tak percaya dengan pengakuan keponakannya. Namun setelah mendengarkan langsung dari teman MF, ia baru percaya dan langsung mendatangi pihak sekolah pada Kamis (2/6).
"Saat itu saya ingin mengantarkan pensil, karena saat itu saya ingat keponakan saya tidak punya pensil. Saya ke sekolah, tapi saat di sekolah dia (MF) sudah ditemukan relawan menangis di pinggir jalan," ujar bibi MF, Munawarah kepada detikcom, Sabtu (4/6).
Munawarah sempat mengira MF berbohong telah diusir guru karena tidak pernah mengikuti pembelajaran daring maupun PTM. Namun rupanya pengakuannya benar sehingga ia langsung memutuskan untuk mendatangi pihak sekolah.
"Saya pikir keponakan saya ini berbohong, tapi saat saya dengar sendiri dari teman kelasnya, mengatakan MF diusir, begitu sakit hatinya saya, sebab MF ini sangat butuh kasih sayang orang tua," ucapnya.
Munawarah mengatakan MF saat itu mengalami tindakan tidak menyenangkan dari teman kelasnya. MF bercerita bahwa dirinya diusir lalu dilempar kertas, tangan MF juga ditarik paksa oleh seorang oknum guru.
"Dia (MF) di-bully oleh teman sekolahnya saat diusir, dan sempat dilempar kertas, ditambah ada seorang guru olahraga yang melakukan tindakan kasar dengan menarik tangannya hingga kesakitan," sebut Munawarah.
MF Hidup Sebatang Kara-Dirawat Keluarga
MF sudah ditinggal kedua orang tuanya sejak masih berusia 3 tahun. Ibu kandung MF sudah meninggal, sementara ayahnya mendekam di penjara.
"Dari umur 3 tahun sama saya, setelah ibunya meninggal dan ayahnya terkena kasus hukum, dia sama adiknya tinggal di rumah," ujar bibi MF, Munawarah kepada detikcom, Sabtu (4/6).
Munawarah yang merawat MF dan adiknya juga memiliki tiga orang anak dan merawat satu keponakan lainnya. Sementara kehidupan ekonominya juga pas-pasan.
"Sejak kakak saya meninggal karena sakit kista, dia sudah saya rawat bersama adiknya. Ada enam anak yang saya rawat di rumah ini," jelas Manuwarah.
"Karena penghasilan suami saya tidak seberapa, jadi saya tidak mampu membelikan keponakan saya handphone," lanjutnya.
MF disebutnya pernah memiliki HP untuk digunakan sekolah daring. Hanya saja sejak memasuki kelas 4 SD HP tersebut rusak dan tidak bisa digunakan lagi.
"Dulu waktu kelas tiga, dia sempat ikut pembelajaran online, namun saat mau naik kelas 4 HP dia (MF) rusak dan tidak bisa digunakan untuk mengikuti pembelajaran secara darling," ungkapnya.
Munawarah juga menyebut tidak mampu membelikan MF seragam sekolah. Munawarah sempat mencarikannya beberapa seragam bekas milik orang lain namun tak bisa terpakai karena ukurannya kecil.
"Bukan cuman MF saja yang saya tidak belikan baju, tapi anak-anak saya juga. Maklum uangnya hanya cukup kebutuhan sehari-hari," terangnya.
Guru Pengusir Siswa Akui Kesalahan-Minta Maaf
Keluarga MF menemui pihak sekolah didampingi Tim TRC-PPA Kaltim untuk menanyakan permasalahan yang dialami MF. Pihak guru kemudian mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
"Iya kita sudah mediasi ke sekolah, soal siswi ini sudah ada titik temu dan guru yang bersangkutan sudah mengakuinya. Tapi usai mediasi sempat ada keributan, seorang guru mempermasalahkan adanya kami sebagai anggota relawan dan sejumlah wartawan," tutur Ketua TRC-PPA Kaltim, Rina Zainun kepada detikcom, Jumat (3/6).
"Guru yang bersangkutan juga sudah meminta maaf, tapi di sini yang kita permasalahan pihak sekolah tidak melakukan konfirmasi kepada muridnya yang tidak hadir ikut pembelajaran, hanya menanyakan melalui teman kelas melalui pesan WhatsApp, tanpa datang sendiri ke rumah adik kita ini," lanjutnya.
Sementara itu, Rina mengungkapkan sampai hari ini MF mengalami trauma. Siswi kelas 4 SD itu bahkan disebut tidak ingin bersekolah lagi.
"Ke depan kita mau mencarikan sekolah lain untuk adik kita ini, karena saat ini keadaannya masih trauma usai mendapatkan perlakuan oleh guru dan teman-temannya," bebernya.
Disdik Samarinda Sudah Panggil Guru-Kepala Sekolah
Kadisdik Kota Samarinda Asli Nuryadin mengatakan pihaknya telah memanggil kepala sekolah SD 002 Samarinda terkait pengusiran yang dialami MF. Termasuk meminta keterangan dari guru yang melakukan pengusiran tersebut.
"Saya sudah memanggil kepala sekolah dan guru-guru, dan telah mendengarkan cerita mereka, artinya kita mengoreksi diri, dan tidak ada salahnya kita minta maaf," sebutnya.
Pihaknya pun berjanji akan memfasilitasi MF untuk dapat mengikuti proses belajar mengajar seperti biasanya.
"Saya sendiri sudah mendengar kondisi anak ini, dengan kondisi ini sudah seharusnya kita urus, dan tidak menghambat proses belajarnya, dan kami siap memfasilitasi seperti semula," ungkapnya.
Peristiwa tersebut pun diharapkan tidak kembali terjadi di sekolah-sekolah lain di Samarinda. Dan meminta guru-guru pengajar untuk dapat menjaga emosional kepada muridnya.
"Saya sendiri sebagai kepala dinas kalau menjadi guru melakukan salah atau khilaf, ya minta maaf lah, dan jangan emosional menghadapi murid-muridnya," pungkasnya.