Ada Hepatitis Misterius, Disdik Makassar Larang Penjual Jajanan Luar Sekolah

Ada Hepatitis Misterius, Disdik Makassar Larang Penjual Jajanan Luar Sekolah

Darmawanti Adellia Adipradana - detikSulsel
Kamis, 12 Mei 2022 17:44 WIB
Sekolah gazebo untuk siswa belajar online di Panakkukang, Makassar (Hermawan-detikcom).
Foto: Disdik Makassar melarang penjual jajanan berdagang di luar area sekolah. (Hermawan-detikcom).
Makassar -

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar melarang penjual jajanan mangkal di luar area sekolah sebagai langkah pencegahan penyakit hepatitis misterius. Hal ini sebagai langkah pencegahan hepatitis yang dianggap menular lewat asupan makanan.

"Oh, iya jelas (dilarang penjual jajanan di luar sekolah). Kami minta juga itu. Tapi kami minta bantuan dari luar, karena inikan yang dalam internal di dalam itu tidak ada (aktivitas jajan di sekolah)," tegas Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Muhyiddin kepada detikSulsel, Kamis (12/5/2022).

Para siswa dilarang beraktivitas di luar sekolah. Makanya, pihak sekolah diminta menutup pagar sekolah selama jam pembelajaran berlangsung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sudah minta tidak boleh ada anak keluar itu pintu pagar ditutup. Meski itu menunggu penjemputan, itu harus disterilkan karena yang kami khawatirkan menjaga anak-anak di luar," sebut dia.

Dia berharap bantuan Satpol PP Makassar turut membantu menertibkan penjual jajanan hingga asongan di luar area sekolah. Antisipasi penyebaran penyakit hepatitis misterius perlu dikolaborasikan.

ADVERTISEMENT

"Begitu mereka (Satpol PP) lihat (pedagang asongan) langsung ditindak dan itu sudah jalan," paparnya.

Kebijakan ini diharap bisa menjadi antisipasi dini mencegah penularan hepatitis misterius. Meski kasusnya belum sampai di Kota Makassar.

"Yang kami khawatirkan itu untuk membeli jajanan sembarang. Inikan sumbernya dari makanan," ucap Muhyiddin.

Selain itu pihaknya juga sudah lebih dulu melarang aktivitas kantin di sekolah. Hal ini sudah dilakukan sekaligus sebagai pencegahan penularan COVID-19 di tengah pembelajaran tatap muka (PTM) jenjang SD-SMP di Kota Makassar.

"Kantin tidak buka selama proses pelajaran penuh dari sekolah," tegasnya.

Ahli Kesehatan Beri Penjelasan Soal Hepatitis Misterius

Sementara Ahli Gastroentero Hepatologi Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar dr Nu'mang mengimbau sekolah untuk menutup akses yang berisiko terjadi penularan pada anak-anak.

"Jangan buka ruang-ruang di mana orang bisa makan bersama dimana berkumpul dan saling bersentuhan. Misalnya kantin, kalau virus ini ada di sekitarnya maka mudah sekali terjangkit," paparnya.

Meski demikian, Nu'mang menegaskan masyarakat tidak bisa asal deteksi dini, apalagi demam bukan tanda penyakit hepatitis misterius. Tubuh menguning, satu-satunya gejala pengidap penyakit hepatitis misterius.

"Tidak (demam), kalau ini kasusnya lebih spesifik bahwa dia kuning (tubuhnya), lemas, dan muntah-muntah," ucap Nu'mang.

Dia mengaku imunisasi tidak serta merta mencegah penularan hepatitis misterius. Penyakit hepatitis misterius tetap berisiko tinggi pada anak yang telah mendapat imunisasi lengkap.

"Kalau ternyata kasus ini memang virus dan tidak masuk di dalam A, B, C, D, E itu, maka orang yang sudah divaksin pun bisa kena karena bukan vaksin terhadap virus itu," ucapnya.

Imunisasi bertujuan untuk mencegah virus spesifik, sementara penyakit hepatitis misterius saat ini belum diketahui etiologinya. Vaksin hepatitis hanya mencegah virus hepatitis B (HBV) tidak melindungi penularan virus lainnya.

"Vaksinasi virus A tidak akan memberikan perlindungan terhadap virus lainnya. Tentu dia spesifik. Begitu spesifiknya itu imunisasi," ujarnya.

Menerapkan kembali protokol kesehatan (prokes) COVID-19 jadi alternatif menghindari penyakit misterius ini. Prokes seperti cuci tangan penting karena penyakit ini menular lewat mulut.

"Lanjutkan protokol COVID ini kalau dia memang virus meskipun bukan yang ada sekarang (hepatitis A, B, C, D, D) ini itu lebih dari cukup," jelasnya.

Nu'mang mengatakan orang dewasa pun berpotensi mengidap penyakit ini. Bukan hanya pada anak-anak saja. Meski sebagian besar kasus yang ditemukan berusia 0-16 tahun.

"Orang dewasa tetap terancam, memang virus ini kasusnya banyak pada anak-anak tapi bisa juga di dewasa hanya karena angka kematian tinggi kelihatan pada anak-anak," terangnya.




(sar/nvl)

Hide Ads