Viral Status Rektor di Kaltim Sebut Penutup Kepala ala Manusia Gurun

Kalimantan Timur

Viral Status Rektor di Kaltim Sebut Penutup Kepala ala Manusia Gurun

Muhammad Budi Kurniawan - detikSulsel
Minggu, 01 Mei 2022 03:30 WIB
Poster
Ilustrasi status media sosial rektor di Balikpapan singgung penutup kepala ala manusia gurun (Foto: Edi Wahyono)
Balikpapan -

Viral status rektor Universitas Institut Teknologi Kaltim (ITK) Budi Santosa Purwokartiko di media sosial yang menyebut penutup kepala ala manusia gurun di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Budi lantas mengklarifikasi statusnya yang menjadi sorotan tersebut.

Dalam unggahan beredar, status Budi awalnya menyinggung soal dirinya yang pernah mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Budi menyebut para mahasiswa itu adalah anak-anak pintar yang punya kemampuan luar biasa.

Jika diplot dalam distribusi normal, kata Budi, para mahasiswa itu mungkin termasuk 2,59 sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Status Budi juga menyinggung soal IP para mahasiswa itu yang luar biasa tinggi yakni di atas 3.5 bahkan beberapa di antaranya 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris para mahasiswa itu juga sangat bagus bahkan dengan nilai IELTS 8, 8.5 bahkan 9.

"Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen. Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita2nya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit: insaallah, barakallah, syiar, gadarullah, dsb," kata Budi dalam statusnya.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya Budi menyinggung para mahasiswa kuliah di luar negeri itu sebagai bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Selanjutnya barulah Budi menyinggung soal manusia gurun.

"Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi,' kata Budi.

Penjelasan Budi soal Statusnya yang Viral

Budi Santosa Purwokartiko turut buka suara terkait statusnya yang viral. Dia mengatakan pernyataan dalam statusnya merupakan opini pribadi bukan sebagai rektor.

"Itu adalah opini pribadi saya ya, tidak sebagai rektor, maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu, saya hanya bercerita saja kebetulan kok ke-12 nya (mahasiswi) itu nggak pakai kerudung," jelas Budi saat dihubungi detikcom, Sabtu (30/4).

Budi menjelaskan, awal mula celotehan yang membuat jagat maya heboh. Saat ia melakukan wawancara calon peserta student mobility.

Menurut Budi, respons atas statusnya tersebut merupakan kesalahpahaman. Dirinya tak bermaksud menjelek-jelekkan wanita mengenakan kerudung.

"Mereka itu sangat salah paham. Saya menggunakan (kalimat) yang jadi masalah kan, mereka tidak ada yang pakai kerudung ala manusia gurun kan ya?. Jadi maksud saya tidak seperti orang-orang yang pakai tutup-tutup, kaya orang Timur Tengah yang banyak, pasir, angin, panas gitu ya," kata Budi.

"Ya gaya anak-anak muda seperti dulu. Di situ saya tidak ada kata-kata bahwa yang menggunakan kerudung saya akan nilai jelek atau saya ini nggak ada loh. Saya ngomong seperti itu sama sekali tidak ada. Saya hanya menceritakan bahwa kebetulan dari 12 itu tidak ada yang pakai kerudung," katanya.

Selain itu, menurut Budi statusnya yang menjadi heboh adalah konsekuensi bahasa yang ia tuliskan.Tulisan itu dianggap Budi dijadikan alat beberapa oknum memvonis jika tulisannya itu menjatuhkan wanita yang mengenakan kerudung.

"Itu konsekuensi dari bahasa tulis ya. Mungkin persepsinya akan berbeda-beda ya. Tapi banyak yang memotong, maksudnya men-screenshot kemudian di kasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif. Itu yang menurut saya, saya sayangkan. Dan orang tidak membaca tulisan aslinya," jelasnya.

"Padahal saya menilai tidak berdasarkan dia pakai kerudung atau nggak. Nggak ada, karena poin-poin yang dinilai bukan itu. Bahkan pertanyaan mengenai agama aja nggak ada. Jadi anak-anak yang nggak pakai kerudung itu kemungkinan besar juga ada anak-anak muslim ya. Tapi ya kita nggak tau karena kita nggak tanya tentang agama sama sekali. Kita hanya nanya apa yang akan mereka lakukan, programnya apa, nanti kalau pulang kontribusi buat masyarakat apa, buat perguruan tingginya apa, buat bangsanya apa," sambungnya.




(hmw/tau)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads