Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap rencana reklamasi untuk lahan pengganti 12,11 hektare di Kawasan Center Point of Indonesia (CPI) Makassar masih menunggu perizinan di Kementerian. Ada beberapa izin yang masih proses pengurusan.
"Kemarin sudah rapat dengan tim evaluasi kerja sama CPI. Online single submission (OSS) kesesuaian kegiatan penataan ruang laut (KKPRL) sementara diurus di Kementerian," ungkap Kepala Bidang Tata Ruang PTUR Sulsel, Andi Yurnita kepada detikSulsel, Kamis (28/4/2022).
Selain itu, ada beberapa izin lain juga sementara diurus secara paralel. Seperti izin pengambilan material akan diajukan ke Kementerian Perhubungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau amdal sudah dalam proses pengajuan," jelasnya.
Sementara terkait legalitas penimbunan di kawasan Lae-lae yang sebelumnya bertentangan dengan Perda nomor 9 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulsel tahun 2009-2029 telah direvisi dan melalui pembahasan pihak legislatif. Sudah ada revisi aturannya.
"Sudah direvisi Perda RTRW Provinsi Sulsel hasil integrasi RZWP3K . Perda nomor 3 tahun 2022 tentang RTRW Provinsi Sulsel sudah dibahas di DPRD Sulsel." tukasnya.
DPRD Sulsel sebelumnya mendesak Pemprov agar menagih lahan pengganti 12,11 hektare kepada pengembang kawasan Center Point of Indonesia (CPI) Makassar. Pengembang CPI lantas merespons dengan mengatakan bahwa lahan pengganti belum diberikan karena masih ada aturan dan sejumlah persyaratan yang belum terpenuhi.
"Janganlah menekan kita untuk mendahului pekerjaan sebelum aturan dan persyaratan-persyaratannya selesai. Tidak mungkin kami lakukan. Karena kalau melanggar, itu menciptakan masalah baru," ungkap Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi kepada detikSulsel, Rabu (27/4).
Untuk mempercepat penggantian lahan, pihaknya mengusulkan di Pulau Lae-lae namun dengan syarat harus ada revisi Perda RT/RW karena di perda lama tidak ada kegiatan reklamasi di Pulau Lae-lae dan pasti tidak boleh ada perluasan Pulau Lae-lae.
"Maka RT/RW harus direvisi. Kami tidak mungkin menggantikan sesuatu yang tidak sesuai RT/RW. Di samping itu, kita juga harus menyelesaikan amdal karena amdal itu penting sekali," bebernya.
Harun menuturkan, akibat birokrasi dan kendala seperti ini membuat rencana penggantian lahan 12 hektare terlambat. Padahal pihaknya siap mereklamasi lahan 12 hektare sejak 2 tahun lalu namun memang pihak Pemprov masih terus mencarikan pengganti area reklamasi 12 hektare tersebut.
"Kami sebagai perusahaan Ciputra tidak mungkin melanggar peraturan yang ada. Itu kejadiannya. Tetapi sekarang menurut saya sudah jelas. RT/RW sebentar lagi sudah selesai. Amdal juga sudah selesai, dari pihak kita juga sudah ancang-ancang bersiap," tandas Harun.
(tau/sar)