DPRD Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta Dinas Sosial (Dinsos) memvalidasi ulang Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data penerima bantuan sosial (bansos) tersebut sebanyak 64.622 warga di Parepare dianggap perlu diperbarui.
"Dinsos harus segera berkoordinasi dengan Kemensos," ungkap Wakil Ketua DPRD Parepare, Rahmat Sjamsu Alam, kepada detikSulsel, Senin (25/4/2022).
Apalagi DTKS merupakan sumber data utama pemerintah untuk memberikan bantuan sosial (bansos) kepada warga. Data tersebut menjadi acuan agar bantuan bisa disalurkan dan tepat sasaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus divalidasi lagi itu data DTKS yang mencapai 20.505 kepala keluarga atau 64.622 orang," tegas dia.
Rahmat menjelaskan, Dinsos perlu turun untuk melakukan validasi ke masyarakat. Dikhawatirkan ada warga lain yang berhak menerima bantuan namun belum terdata.
"Atau juga di data DTKS jangan sampai ada yang meninggal atau sudah kategori sejahtera yang tidak memenuhi syarat lagi untuk masuk DTKS," beber Ketua DPC Demokrat Parepare ini.
Rahmat menambahkan, DPRD Parepare pun sebelumnya berencana membentuk panitia khusus (pansus) yang mengawal DTKS. Namun setelah dibahas bersama, Komisi II yang akan menangani terlebih dahulu.
"Kami sempat mau buat Pansus validasi data DTKS, tetapi Komisi II DPRD Parepare minta agar mereka dulu yang tangani," ungkapnya.
Dia menjelaskan, proses validasi harus dimulai dari pelaksanaan musyawarah kelurahan. Dalam pembahasan bersama itu akan menentukan warga yang akan diusulkan untuk dikeluarkan atau dimasukkan dalam daftar tambahan DTKS.
Kepala Dinas Sosial Kota Parepare, Hasan Ginca menyampaikan akan menjadikan rekomendasi DPRD Parepare tersebut sebagai atensi. Apalagi dia tak menampik data itu bersifat fluktuatif.
"Kami akan seriusi untuk validasi data itu. Itu data kan memang fluktuatif (DTKS). Memang Kemensos rilis, dan kami di daerah untuk validasi," ucap Hasan.
Namun dia menuturkan proses validasi DTKS tidak mudah. Dia berdalih minimnya tenaga yang melakukan pendataan turut menjadi kendala.
"Kami banyak kendala antara lain tenaga terbatas, kemudian perangkatnya berupa ponsel android ke anggota. Itu kan butuh uang," sambung dia.
Hasan menambahkan, pihaknya rutin melaporkan data ke Kemensos. Hanya saja tidak bisa dipastikan langsung dapat diperbaharui karena banyaknya data se-Indonesia yang harus dicek Kemensos.
"Persoalan di pusat kita tak tahu kapan bisa terjawab sebab itu kan seluruh Indonesia," jelas Hasan.
(sar/tau)