Insiden kepala desa (kades) cekcok dengan pedagang di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) membuat geger setelah viral di media sosial. Masing-masing pihak saling mempertahankan pendapat setelah kades meminta pedagang membayar retribusi pasar.
Cekcok tersebut dialami kades Matunru-tunrue, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Jufri. Kades Jufri didebat warga yang merasa tak pernah diajak musyawarah sebelumnya soal retribusi pasar.
Dalam video beredar, kades Jufri menemui para pedagang diduga meminta retribusi pasar. Namun Kades Jufri justru menjadi sasaran kekesalan pedagang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Protes pedagang tersebut lantas memicu ketegangan antara kades dengan para pedagang. Jufri memprotes balik dan meminta agar pedagang tak usah banyak bicara jika tidak mau membayar.
Cekcok lantas kian berlanjut. Salah seorang pedagang tampak menjelaskan bangunan pasar lebih dulu ada sebelum sang kades menjabat sebagai kepala desa.
"Kami membayar untuk dipindahkan itu Pak Desa. Kamu belum menjadi desa," kesalnya dengan nada suara meninggi ditujukan kepada kepala desa.
Didebat sengit pedagang, sang Kades terlihat tak bergeming dan tetap ngotot menyuruh pedagang untuk membayar. Pedagang yang lain juga menyanggah dan mereka mengusulkan agar sengketa soal pembayaran dibahas setelah pasar selesai.
"Bagus setelah pasar tutup dibahas itu," terdengar dari suara salah pedagang perempuan.
Salah seorang pedagang inisial J mengaku pihaknya keberatan terhadap sikap kades Jufri karena hanya langsung memindahkan pedagang tanpa musyawarah. Dia juga menyoroti rencana pemindahan lokasi berjualan karena tempat yang lama lebih bagus.
"Saya dulu beli itu tempat ada tiga los. Jadi kalau dipindahkan ke tempat yang tidak sebagus yang sekarang jelas kami tidak mau," bebernya.
J juga menegaskan dia bersama sekitar kurang lebih 100 pedagang yang lain tidak mau langsung membayar retribusi. J mengatakan los yang mereka tempati sudah dibeli.
"Dulu kan kami beli los, jadi untuk retribusi itu tidak dipatok. Berapa-berapa pedagang ikhlas memberikan ke pengelola pasar," jelasnya.
Ia pun berharap agar pihak Kecamatan bisa menjembatani masalah sengketa dan membahas jalan keluar agar para pedagang dapat kembali berjualan.
"Kita mau adakan musyawarah dulu. Kami berharap Pak Camat mau pertemukan kami semua. Kami mau bahas soal renovasi pemindahan tempat kok seperti itu. Juga retribusi kami mau dibahas dulu jangan langsung diminta begitu," imbuhnya.
Camat Bakal Segera Klarifikasi ke Kades
Sementara itu, Camat Cempa Kamaruddin Yakub mengaku belum mendapat informasi soal cekcok kades dan pedagang yang viral. Namun dia berjanji akan segera memanggil kepala desa untuk mendapatkan kejelasan.
"Belum ada saya dapat laporannya. Insyaallah kami akan panggil Pak Desa untuk mendengar masalahnya," paparnya.
Menurut Kamaruddin, pasar yang ditempati pedagang sebenarnya memang dikelola oleh pemerintah desa. Sebab pasar tersebut aset desa.
"Pasar itu memang aset desa sehingga memang pada dasarnya wajar ada retribusi yang dipungut. Nah kami akan panggil untuk perjelas soal retribusi yang informasi sementara diributkan tersebut," urainya.
Penjelasan Staf Desa Matunru-tunrue
Seorang staf Desa Matunru-tunru turut buka suara terkait keributan di pasar. Staf desa itu membantah kades melakukan pungutan restribusi dan justru hanya datang untuk mengatur lokasi los para pedagang.
"Jadi Pak Desa mau atur agar tidak campur antara pedagang sayur, pedagang ikan, pedagang pakaian. Tapi warga menolak," jelasnya.
Ia juga menepis pungutan retribusi karena belum dimusyawarahkan. Dia mengatakan nantinya akan diagendakan pertemuan untuk membahas terkait retribusi.
"Belum ada pembicaraan soal retribusi. Nanti diagendakan sambil memanggil BPD juga dan pedagang," urainya.
(hmw/nvl)