Filolog Unhas Soal Bissu di Hari Jadi Bone ke-962: Ritual Jangan Diintervensi

Filolog Unhas Soal Bissu di Hari Jadi Bone ke-962: Ritual Jangan Diintervensi

Andi Nur Isman - detikSulsel
Selasa, 29 Mar 2022 19:41 WIB
Pimpinan Bissu Puang Matoa Angel saat menyerahkan benda pusaka ke Bupati Bone.
Foto: Pimpinan Bissu Puang Matoa Angel saat menyerahkan benda pusaka ke Bupati Bone. (Agung Pramono/detikSulsel)
Makassar -

Filolog Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Nurhayati Rahman menanggapi polemik penolakan tokoh spiritual Bugis, Bissu di Hari Jadi Bone (HJB) ke-692. Dia menilai ritual yang diyakini kelompok Bissu tak bisa diintervensi.

Menurut Nurhayati, ritual yang dilakukan Bissu sama halnya dengan ritual-ritual di daerah lain. Tidak bisa ada campur tangan pemerintah dalam mengatur prosesi ritual.

"Sama seperti di Toraja (Rambu Solo) dia saja yang lakukan (ritual) tapi bisa kita lihat. Tapi tidak ada ganggu, pemkab tidak ganggu. Artinya itu berlangsung sesuai apa yang dia yakini, tidak ada pemerintah yang intervensi," jelas Nurhayati kepada detikSulsel, Selasa (29/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nurhayati mengatakan ritual-ritual sakral seperti mattompang arajang (membersihkan benda pusaka) semestinya dilakukan secara tertutup. Sementara ritual bersifat keduniawian boleh ditonton.

"Kalau di Bali itu ada aturannya. Kalau bersifat keduniawian boleh ditonton tapi kalau ritual yang sakral tertutup. Jadi kasihan memang juga kalau datang Bissu di Hari Jadi Bone dan jadi tontonan," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Di Segeri, Pangkep Bissu diberi ruang untuk sesama kelompoknya. Bahkan istana mereka yang sudah mau roboh diperbaiki oleh pemerintah setempat.

"Diperbaiki baru di situ dia upacara, tapi boleh orang luar datang menonton. Tapi di situ di komunitasnya upacara. Tidak bisa memang dipertontonkan keluar dari komunitasnya," ungkapnya.

"Kalau menurut saya (di Bone) lebih baik kayak Segeri, jadi dia bikin caranya apa yang diwarisi secara turun temurun. Kalau mau penelitian terbuka dia itu," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Bissu angkat bicara usai memilih mundur dalam ritual HJB ke-692. Bissu menuding Pemkab Bine tidak memberi kejelasan terkait tidak dilibatkannya secara penuh dalam tahapan ritual.

"Berapa kali pertemuan, itu yang dipertanyakan kenapa sampai Bissu ditiadakan mengantar arajang (benda pusaka) keluar," kata Pimpinan Bissu Puang Matoa Angel kepada detikSulsel saat ditemui di kediamannya, Minggu (27/3).

"Tidak ada jawaban yang pasti (dari Pemkab Bone). Beberapa kali (kami) tawarkan solusi tetapi tidak pernah juga diindahkan," lanjut Angel yang telah menjadi Bissu sejak periode Andi Syamsoel Alam menjabat Bupati Bone periode 1988-1993.

Dirinya mengaku heran dengan sikap Pemkab Bone dan tawarannya yang diajukan kepada kelompok Bissu. Bahkan sampai sempat mempersoalkan soal baju adat dan riasan yang digunakan Bissu.

"Kami sudah menawarkan berbagai solusi termasuk dengan tidak memakai baju bodo dan tidak melakukan make up. Ada banyak pakaian lain yang bisa dipakai," paparnya.




(asm/tau)

Hide Ads