COVID Sulsel Kian Melandai, Sepekan Turun dari 7.890 Kasus Jadi 3.280

COVID Sulsel Kian Melandai, Sepekan Turun dari 7.890 Kasus Jadi 3.280

Tim detikSulsel - detikSulsel
Rabu, 23 Mar 2022 15:02 WIB
Female doctor holds a face mask with - Omicron variant text on it. Covid-19 new variant - Omicron. Omicron variant of coronavirus. SARS-CoV-2 variant of concern
Foto: Ilustrasi COVID-19 di Sulsel (Getty Images/iStockphoto/golibtolibov)
Makassar -

Kasus aktif COVID-19 di Sulawesi Selatan (Sulsel) kian melandai dalam sepekan, dengan total kasus aktif turun dari 7.980 menjadi 3.280. Meski penurunan kasus aktif mencapai 4.700 dalam sepekan, namun butuh kerja keras untuk Sulsel masuk ke fase endemi.

"Ada syarat untuk bisa masuk fase endemi. Sulsel masih perlu upaya ekstra untuk menuju ke sana. Positivity rate dan BOR masih tinggi," ungkap Epidemiolog Unhas, Prof Ridwan Amiruddin kepada detikSulsel, Rabu (23/3/2022).

Sesuai data Satgas COVID Sulsel yang diterima Rabu (23/3/2022), kasus aktif mencapai 3.280. Ini turun 4.700 kasus dibanding data yang diterima sepekan sebelumnya Rabu (16/3/2022) yang mencapai 7.980 kasus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laju kasus atau positivity rate juga turun dari 17,87% menjadi 10,75% di periode yang sama. Kemudian bed occupancy ratio (BOR) untuk ICU mencapai 14,81% turun menjadi 9,95%.

Ridwan yang juga Ketua Tim Konsultan Satgas COVID-19 Sulsel ini menambahkan, untuk menentukan suatu pandemi berakhir atau belum itu WHO yang akan memberikan keterangan pencabutan status pandemi. Pemerintah kemudian menindaklanjuti dengan mencabut regulasi tentang kebencanaan kedaruratan kesehatan masyarakat.

ADVERTISEMENT

"Ada syarat-syarat yang harus terkendali. Di antaranya, angka positif aktif yang semakin terkontrol. Laju positivity rate di bawah 5% untuk beberapa pekan. BOR rumah sakit (RS) yang rendah dan cakupan vaksin yang semakin meningkat sesuai standar," jelasnya.

Plt Kadis Kesehatan Sulsel dr Arman Bausat berharap kasus COVID-19 di Sulsel bisa terus terkendali. Pihaknya juga terus memacu laju vaksinasi. Saat ini capaian vaksinasi mencapai 86,29% dosis 1, 61,11% dosis kedua dan 3,51% dosis 3.

"Kita mengarah ke sana (fase endemi)," jelasnya.

Dikutip dari detikhealth, Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengungkap gambaran Indonesia jika masuk fase endemi. Menurutnya, status endemi tak berarti menunjukkan suatu wilayah benar-benar terbebas dari virus.

COVID-19 nantinya bakal tetap muncul, tetapi tidak ada lonjakan dan kasusnya cenderung konsisten rendah.

"Endemi itu bukan berarti situasinya tak ada COVID-19 sama sekali. Bukan berarti juga kita nggak berpikir tentang COVID-19 lagi. Penyakit ini tetap ada. Statis. Tak terlalu meningkat, tak terlalu turun dan tak ada lonjakan besar yang tak terduga seperti tahun-tahun sebelumnya," beber Prof Zubairi.

Lebih lanjut ia mencontohkan beberapa penyakit yang serupa berakhir endemi. Misalnya TBC dan malaria, dua-duanya masih memicu kasus gejala berat hingga kematian. Namun, angka yang dilaporkan tidak sebesar catatan kasus di tahun-tahun sebelumnya. Artinya, masyarakat harus tetap mewaspadai risiko tertular khususnya kelompok rentan yang berisiko fatal akibat COVID-19.

"Faktor yang berperan untuk menuju endemi? Tingkat rawat inap dan kematian. Beban sistem kesehatan. Jumlah kasus baru. Positivity rate. Vaksinasi. Kebijakan pemerintah. Perilaku masyarakat. Pengobatan baru," sambungnya.

Sebaiknya segera melakukan vaksinasi booster lantaran imunitas tubuh bisa berkurang jika sudah lebih dari enam bulan pasca divaksinasi lengkap.

"Kapan endemi COVID-19 di Indonesia terjadi? Tidak akan lama lagi. Sekitar tiga bulan. Semoga," tukasnya.




(tau/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads