Pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar: UUD 1945 Tak Mengatur Penundaan Pemilu

Pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar: UUD 1945 Tak Mengatur Penundaan Pemilu

Andi Nur Isman - detikSulsel
Senin, 28 Feb 2022 22:15 WIB
Fahri Bachmid
Foto: Pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar Fahri Bachmid menyoroti wacana penundaan Pemilu 2024. (dok. istimewa)
Makassar -

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid ikut merespons wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dia menegaskan usulan itu tidak akan bisa dilakukan karena tidak diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"Itu konsekuensi dari kita menganut sistem demokrasi konstitusional yang diatur dalam Undang-undang Dasar. Nah kalau adanya wacana penundaan Pemilu sayangnya Undang-undang Dasar sendiri tidak memberikan jalan keluar itu," tegas Fahri saat berbincang dengan detikSulsel, Senin (28/2/2022).

Fahri mengungkapkan dalam teori hukum konstitusi seluruh pejabat publik yang diisi melalui pemilu akan kehilangan legitimasi saat masa jabatannya berakhir. Sehingga jika tidak dilakukan pemilihan kembali, maka jabatan tersebut tidak lagi mempunyai dasar hukum.

"Selama 5 tahun harus diperbarui lagi. Mekanismenya melalui pemilu untuk mendapatkan legitimasi lagi. Itu konsekuensi dari jabatan-jabatan politik. Mereka itu bukan jabatan karier," jelas Fahri.

Menurutnya, jika tidak dilakukan pemilihan hingga Oktober 2024 nanti sesuai dengan masa jabatan presiden, maka Indonesia akan dianggap kehilangan pemimpin. Kondisi ini tentunya akan sangat berbahaya dan bisa mengancam kedaulatan negara.

"Karena pemimpinnya tidak ada, masyarakatnya bisa anarkis, masyarakat merasa tidak ada yang memimpin karena merasa kehilangan legitimasi semua itu. Berarti ada vacum power, ada kekosongan kekuasaan," kata dia.

Dia juga mengatakan, jika alasan penundaan Pemilu 2024 dikarenakan situasi pandemi, keadaan utang negara, dan sebagainya, tidak bisa disebut sebagai keadaan darurat. Sehingga tidak ada alasan untuk menunda Pemilu 2024.

"Karena sudah terbukti juga bahwa pada tahun 2020 Indonesia menggelar Pilkada di hampir seluruh kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia, dan dilaksanakan di tengah-tengah pandemi juga," ucapnya.

Fahri mengemukakan jika memang ada wacana seperti itu, maka mesti dilakukan perubahan atau penambahan pasal dalam undang-undang. Namun hal tersebut baru bisa dilakukan setelah terpilih pejabat baru hasil Pemilu 2024.

"Jangan sekarang, itu dilakukan di 2024 setelah presiden, aggota DPR, MPR yang baru terpilih lalu itu ditampung menjadi suatu perencanaan undang-undang dasar untuk menambah beberapa pasal untuk mengantisipasi bahwa jika keadaan seperti ini di kemudian hari muncul maka ada jalan keluarnya," paparnya.

"Tidak ujuk-ujuk seperti ini. Semuanya sudah dipersiapkan (pelaksaan Pemilu 2024), tiba-tiba ada segelintir politisi menyampaikan aspirasi politiknya yang tidak jelas seperti itu, itu kan lucu namanya," tegas Farhi.

Dilansir detiknews (baca selengkapnya di sini), Senin (28/2) isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun lalu. Awalnya isu yang santer didengungkan adalah Jokowi tiga periode. Sudah ada kelompok relawan yang mendeklarasikan aspirasi Jokowi 3 periode ini. Namun di penghujung 2021 Jokowi menegaskan menolak aspirasi ini.

Isu perpanjangan jabatan lalu bermutasi, tak lagi menjadi tiga periode namun 'hanya' perpanjangan beberapa tahun. Salah seorang pemukul gong isu ini adalah Menteri Investasi Bahlil Lahadalia di awal tahun, saat mengaku menampung aspirasi dari sejumlah pengusaha yang ingin pemilu ditunda setidaknya hingga tahun 2027 demi pemulihan ekonomi yang remuk akibat pandemi.

Namun isu itu tenggelam setelah Jokowi bicara kepada sejumlah pemimpin redaksi media massa bahwa dia tak pernah terpikir untuk menjabat tiga periode. Jokowi memang tak membahas soal perpanjangan jabatan hingga 2027, namun penegasannya menolak tiga periode pada 19 Januari lalu berhasil meredam isu perpanjangan jabatan.

Isu panas tersebut lalu dilempar lagi oleh Ketum PKB Muhaimin Iskandar pada 23 Februari lalu. Mirip seperti yang disampaikan Bahlil, Cak Imin mengaku menampung sejumlah aspirasi dari pelaku usaha yang ingin pemilu ditunda satu atau dua tahun demi pemulihan ekonomi.



Simak Video "Mahfud Md: Pengadilan Negeri Kok Menunda Pemilu, Ini Bahaya"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/nvl)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT