Keamanan bangunan terhadap kebakaran bukan sekadar kewajiban teknis, tetapi kebutuhan mendasar untuk melindungi manusia dan aset dari risiko yang dapat muncul kapan saja. Di Indonesia, standar keselamatan bangunan telah diatur secara rinci melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 yang menjadi pedoman utama dalam perencanaan hingga pengelolaan bangunan.
Setiap bangunan harus dibuat dengan memenuhi persyaratan keselamatan kebakaran mulai dari desain, konstruksi, hingga penggunaan sehari-hari. Pemilik bangunan, pengelola, hingga kontraktor harus menerapkan standar proteksi kebakaran secara menyeluruh.
Penyediaan akses pemadam, sarana evakuasi, penggunaan material tahan api, hingga pengawasan berkala harus diterapkan, terlebih pada bangunan bertingkat tinggi. Seluruh komponen ini berfungsi sebagai satu kesatuan untuk sistem keselamatan Dengan penerapan ini penting agar setiap bangunan tidak hanya layak huni, tetapi juga aman dioperasikan dalam jangka panjang.
Klasifikasi Bangunan dan Dampaknya Pada Standar Keselamatan
Dilansir dari Permen PU Nomor 26/PRT/M/2008, bangunan gedung dapat terbagi berdasarkan fungsi dan tingkat risikonya, seperti hunian, sarana pendidikan, fasilitas kesehatan, gedung pertemuan, hingga bangunan industri. Klasifikasi ini mempengaruhi standar keselamatan yang harus diterapkan, mulai dari jumlah pintu keluar hingga kapasitas sistem perlindungan yang aktif.
Penerapan standar keselamatan ini sangatlah penting, terlebih berdasarkan data Gulkarmat Jakarta di tahun 2025, lebih dari 100 bangunan tinggi di Jakarta belum memenuhi syarat keselamatan kebakaran, meski tidak otomatis dikategorikan sebagai tidak layak. Semua bangunan gedung tinggi perlu memiliki sistem proteksi agar sesuai dengan standar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
Kawasan bangunan wajib menyediakan sumber air pemadaman seperti hidran halaman atau reservoir. Selain itu, bangunan juga harus memiliki akses jalan bagi kendaraan pemadam agar aman dan tidak terhalang.
Dilansir dari CNN, akses masuk untuk petugas pemadam menjadi salah satu syarat utama kelayakan keselamatan sebuah bangunan. Jika akses terhambat atau tidak memenuhi standar, respons darurat dapat melambat dan meningkatkan risiko korban jiwa maupun kerusakan bangunan.
Jalur untuk mobil pemadam, ruang manuver, hingga titik hidrasi harus dirancang tanpa hambatan sejak tahap perencanaan pembangunan. Kegagalan memenuhi ketentuan ini kerap menjadi temuan dalam audit keselamatan, terutama pada gedung-gedung yang berada di kawasan padat atau memiliki desain arsitektur yang rumit.
Sarana Penyelamatan dan Jalur Evakuasi
Sarana penyelamatan harus mencakup jalur keluar, tangga darurat, ruang terlindung, pencahayaan darurat, dan penandaan yang jelas. Sistem ini harus dirancang untuk memudahkan mobilitas penghuni secara cepat, aman, dan terkendali.
Setiap gedung harus memiliki minimal dua tangga darurat yang bebas dari tumpukan barang. Tangga tersebut juga harus berfungsi baik dan tidak boleh dipakai sebagai ruang penyimpanan, karena akan menghambat proses evakuasi saat kebakaran terjadi.
Sistem Proteksi Kebakaran
Sistem proteksi kebakaran pada bangunan dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Berdasarkan Permen PU Nomor 26/PRT/M/2008, sistem proteksi pasif adalah sistem proteksi yang dibuat melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan terhadap bukaan. Sedangkan, sistem proteksi aktif adalah sistem proteksi yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik secara manual maupun otomatis.
Sistem proteksi kebakaran menjadi syarat pertama gedung dinyatakan aman kebakaran. Dalam membangun bangunan, proteksi pasif dan aktif ini wajib diperiksa secara berkala dan harus berfungsi dengan optimal. Proteksi pasif meliputi material tahan api, kompartemenisasi, dinding, dan pintu tahan api, serta pengendalian asap. Proteksi aktif mencakup detektor, alarm, APAR, hidran gedung, pipa tegak, dan sprinkler otomatis.
Pengelolaan Risiko dan Pengawasan Sistem Keselamatan Kebakaran
Pemilik atau pengelola bangunan bertanggung jawab memastikan seluruh sistem proteksi dirawat dan diuji secara berkala. Ini meliputi pemeriksaan alat, latihan evakuasi, pembaruan data prosedur darurat, hingga pelaporan insiden.
Dilansir dari CNN, setiap pengelola bangunan mewajibkan adanya Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG). Setiap petugas keamanan seperti satpam, petugas teknis, hingga staf administrasi harus mengetahui prosedur tindakan darurat dan telah terlatih dalam pemadaman dini. Sehingga saat terjadi kebakaran, setidaknya petugas keamanan sudah tahu harus berbuat apa.
Keselamatan kebakaran bangunan merupakan sistem terpadu yang melibatkan desain bangunan, teknologi, hingga manajemen operasional. Dengan menerapkan standar dan memenuhi syarat keselamatan, bangunan dapat memberikan perlindungan maksimal bagi penghuni dan siap menghadapi kondisi darurat kapan saja.
(zlf/zlf)










































