Perumahan syariah merupakan solusi bagi para konsumen yang ingin membeli rumah dengan mengedepankan syariat Islam. Namun, kamu harus tetap teliti saat ingin membeli rumah berbasis syariah agar tidak tertipu oleh pengembang abal-abal.
Seperti kasus yang terjadi di Bogor yang baru-baru ini ramai diperbincangkan di TikTok. Salah satu korban, sebut saja Salim, menceritakan bahwa ia sudah membayar uang muka dan mencicil angsuran selama 20 bulan sejak 2019. Namun, rumah tak kunjung jadi hingga saat ini.
Nah, agar terhindar dari pengembang rumah syariah abal-abal, ada beberapa tips yang harus kamu lakukan agar terhindar dari pengembang rumah syariah abal-abal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Ketahui Ciri-Ciri Perumahan Syariah
Pada dasarnya, transaksi syariah hanya dilakukan saat obyek transaksi sudah jelas status dan keberadaannya. Dalam hal rumah, lahan harus sudah bebas 100%, perizinannya sudah lengkap, dan siap huni.
"Ciri-ciri perumahan syariah itu lahannya sudah dibebaskan 100 persen, perizinannya sudah komplit sampai IMB, dan rumahnya sudah siap huni baru ditransaksikan," tutur Hadiana, Ketua Bidang Perumahan Syariah DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) kepada detikcom belum lama ini.
Dengan memahami ciri-ciri perumahan syariah, kamu bisa menyeleksi mana pengembang benaran dan mana pengembang abal-abal.
Sementara itu, jika rumah dibeli dengan KPR Syariah, pengembang harus menjual rumah ke bank terlebih dahulu. Kemudian, bank baru menjual rumah kepada konsumen.
2. Pastikan Pengembang Tidak Zalim dan Tidak Gharar
Selain rumahnya harus sudah jelas dan pasti, praktek jual-beli perumahan syariah juga harus memenuhi prinsip ekonomi syariah lainnya, yaitu tidak zalim dan tidak gharar.
"Perumahan itu juga harus memenuhi prinsip ekonomi syariah yang lain. Yaitu, praktiknya tidak zalim dan tidak gharar. Objek yang diperjualbelikan juga sudah jelas," jelas Hadiana.
Pengembang yang tidak zalim artinya bersikap adil dan memastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam transaksi jual-beli rumah tersebut. Sementara itu, pengembang yang tidak gharar artinya tidak menipu, tidak berspekulasi, atau menyampaikan informasi yang belum pasti.
Ketidakpastian dalam hal ini mengacu pada status lahan dan perizinan rumah. Hadiana mengatakan, kita sebagai konsumen jangan terburu-buru menyetorkan uang muka jika lahan rumah belum jelas dan perizinannya belum ada atau lengkap.
"Konsumen jangan langsung terpukau dengan label syariah yang dipromosikan sebuah perumahan dan langsung menyetor uang muka," tegas Hadiana.
4. Jangan Lakukan Pembayaran Sebelum Rumah Jadi
Lebih jauh, kamu baru boleh melakukan pembayaran atau pelunasan setelah rumah mulai dibangun atau sudah jadi dengan sertifikat atas nama pembeli. Jika uang muka sudah diminta untuk dibayarkan padahal rumah masih inden, pengembang tersebut bisa dipastikan abal-abal.
"Jadi, sebuah perumahan baru boleh diklaim syariah bila semuanya sudah clear tanah, bangunan, sertifikat, perizinan, proses pembangunan rumah, jadwal serah terima, dan lain-lain," jelas Hadiana.
Dengan kata lain, transaksi jual-beli belum boleh dilakukan jika masih ada yang belum jelas dari rumah tersebut, baik status tanah, bangunan, perizinan, proses pembangunan rumah, jadwal serah-terima, dan lain-lain.
"Kalau ada yang belum jelas, transaksi belum boleh dilakukan, konsumen baru boleh memesan rumahnya," jelas Hadiana.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain. Baik itu berkaitan dengan hukum, konstruksi, pembiayaan dan lainnya, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan Kamu via email ke tanya@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
(dna/dna)