Dokumen girik, petuk, dan letter C tidak akan berlaku lagi sebagai bukti alas hak tanah di 2026. Maka dari itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik tanah girik untuk segera mengurus pembuatan sertifikat hak milik (SHM) agar kepemilikan atas tanah memiliki kekuatan hukum.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah pasal 96 disebutkan bahwa alat bukti tertulis tanah bekas milik adat seperti girik, petuk, hingga letter C yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak diberlakukan peraturan tersebut. Peraturan tersebut berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 2 Februari 2021. Artinya, ketentuan ini akan berlaku pada 2 Februari 2026.
Sayangnya, tak seluruh masyarakat pemegang girik mulai mengurus pembuatan SHM. Beberapa di antaranya bahkan tetap bertahan menggunakan girik, padahal sudah ada imbauan dari pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, pengamat properti sekaligus Direktur PT Global Asset Management Steve Sudjianto menyebut ada sejumlah faktor yang membuat banyak pemegang girik belum mau mengubahnya ke SHM.
Faktor utamanya karena terjadi masalah pada ahli waris. Steve beberapa kali menemukan kasus ahli waris yang tidak jelas pada sebidang tanah. Alhasil, beberapa pihak keluarga saling mengklaim tanah tersebut adalah miliknya sehingga memicu terjadi konflik.
"Itu biasanya masalahnya di ahli waris. Misalnya, ayahnya ini umpamanya mempunyai 10 ahli waris. Nah ini yang jadi masalahnya mungkin orang tuanya mempunyai 2 keluarga, ya anaknya ada banyak gitu lah. Itu masalahnya di ahli waris kan," kata Steve kepada detikcom, Minggu (12/10/2025).
Selain itu, ada biaya yang dikeluarkan untuk mengubah dokumen girik menjadi SHM. Tarif yang dikenakan tergantung dari luas dan jenis bidang yang dimohon.
Steve berujar adanya biaya tersebut menjadi kendala bagi sebagian pemegang girik karena tak memiliki cukup uang, sehingga mereka enggan untuk mengubahnya ke SHM.
"Kedua, tanah girik ini kalau diubah menjadi sertifikat hak milik itu membutuhkan biaya, dan kebanyakan masyarakat itu biasanya tidak ada dana untuk men-sertifikatkan tanahnya," ujar Steve.
Risiko Tidak Mengubah Girik ke SHM
Steve mengimbau kepada masyarakat pemegang girik agar segera mengubahnya ke SHM. Sebab, ada risiko besar di kemudian hari yang dapat menimbulkan kerugian besar, salah satunya tanah dapat dijual atau dibeli hingga dua kali tanpa dasar hukum yang jelas.
"Pemegang girik itu sangat rentan karena lemah secara hukum. Maka dari itu tanah bisa diperjualbelikan hingga 2 kali," tuturnya.
Dokumen girik hanya dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menunjukkan lokasi tanah saja, bukan sebagai alas hak pemilikan tanah. Maka dari itu tanah sangat rawan didaftarkan oleh orang lain, terlebih jika pemilik tanah tidak menjaga atau menggunakan tanah miliknya.
Selain itu, nilai tanah yang dijual juga akan turun karena masih menggunakan girik. Soalnya, banyak orang yang merasa ragu untuk membeli tanah tanpa sertifikat jelas karena tidak ada kepastian hukum.
"Kenapa masyarakat kebanyakan lahannya masih girik? Karena mereka nggak ada dana untuk men-sertifikatkan karena itu butuh biaya. Makanya eranya Pak Jokowi (Joko Widodo) waktu dulu kan ada sertifikasi tanah masal dari girik ke SHM," imbuh Steve.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu kasih jawaban. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/das)