Kepemilikan atas tanah harus jelas dan dibuktikan dengan sertifikat tanah. Nilainya yang berharga membuat sertifikat tanah menjadi pemicu perebutan hak oleh beberapa pihak atau biasa disebut sengketa tanah atau konflik tanah.
Sengketa tanah masih kerap terjadi di masyarakat. Biasanya sengketa tanah atau konflik tanah disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kedua belah pihak merasa memiliki hak atas sertifikat tanah tersebut.
Dikutip dari Res Nullius, Jurnal Hukum Universitas Komputer Indonesia, karya Maria Pratiwi Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut, berjudul Kebijakan Pemerintah dalam Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan, disebutkan, di mata hukum, yang tertuang pada Pasal 1 Permen ATR/ Kepala BPN nomor 21/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, perebutan sertifikat dibagi menjadi dua yakni sengketa pertanahan dan konflik pertanahan. Keduanya dibedakan dari jumlah orang yang terlibat dan dampaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sengketa pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
Sementara itu, konflik pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
Lantas, apa saja penyebab sengketa tanah? Simak penjelasannya berikut ini.
Penyebab Sengketa Tanah
Dalam jurnal itu juga, Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia/AIPI, Maria Sumardjono menyebutkan sengketa tanah dapat disebabkan karena alasan berikut.
- Konflik kepentingan disebabkan adanya persaingan kepentingan.
- Konflik struktural dipicu perasaan tidak suka, pembagian kepemilikan yang tidak adil, faktor geografis, fisik, atau lingkungan yang menghambat kesepakatan.
- Konflik nilai biasanya karena perbedaan kriteria, prinsip, atau pandangan saat mengevaluasi gagasan atau perilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi, hingga agama atau kepercayaan.
- Konflik hubungan disebabkan karena emosi yang berlebihan, salah paham, komunikasi yang buruk atau salah, dan melakukan perilaku yang negatif.
- Konflik data bermula dari informasi yang tidak lengkap, informasi keliru, pendapat berbeda, dan data yang berbeda.
Jenis Kasus Sengketa Tanah dan Konflik Tanah
Sengketa tanah dan konflik tanah sama-sama rumit dan bisa masuk ranah hukum perdata dan pidana, tergantung pada besar dampaknya, seperti yang diatur Pasal 5 Permen ATR/ Kepala BPN nomor 21/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
1. Kasus Berat
Kasus dalam golongan ini bisa disebut konflik pertanahan karena melibatkan banyak pihak, mempunyai penyelesaian hukum yang kompleks, dan dapat menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik, dan keamanan.
2. Kasus Sedang
Kasus ini melibatkan pihak yang penyelesaian hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan pendekatan hukum dan administrasi, tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik, dan keamanan.
3. Kasus Ringan
Kasus dalam golongan ini bisa disebut sengketa pertanahan karena kasus pengaduan atau permohonan petunjuk hanya melalui administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian kepada pengadu atau pemohon.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)