Apartemen atau rumah susun (rusun) Transit Oriented Development (TOD) tengah gencar dikembangkan. Konsep rusun TOD ini bermaksud untuk memudahkan pergerakan manusia dengan adanya aksesibilitas transportasi.
Menurut Pakar Perumahan dan Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto konsep TOD secara teori pergerakan manusia dari tempat tinggal ke tempat kerja berbasis konektivitas dan aksesibilitas.
"TOD itu adalah suatu kawasan yang dirancang secara terpadu di situ ada hunian, non hunian, dan orang tinggal di situ bekerja di tempat lain," ujar Zulfi kepada detikProperti belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun rusun TOD yang diterapkan di Indonesia saat ini letaknya berada dekat dengan fasilitas transportasi umum, seperti stasiun KRL, LRT, dan MRT. Zulfi mengatakan rusun tersebut dibangun di atas lahan milik pemerintah.
"Kalau yang ada sekarang dibangun oleh Perumnas (seperti) yang dekat stasiun di Depok (dan) Rawa Buntung itu lahannya milik negara, miliknya BUMN PT KAI," katanya.
Lantas, bagaimana kalau sewaktu-waktu lahan yang dibangun rusun tersebut? Bagaimana dengan pemilik unit apartemen?
Menurut Zulfi, masih ada kemungkinan pemerintah memerlukan lahan tersebut untuk pengembangan fasilitas transportasi. Mulai dari pelebaran kereta api, memperbesar stasiun, hingga membangun kereta api layang.
Apabila lahan pemerintah yang sudah dibangun rusun ingin diubah peruntukannya, maka hal itu tergantung pada perjanjian antara pengembang rusun dan pemerintah selaku pemilik tanah.
Terpisah, pengamat properti yang juga Direktur Global Asset Management, Steve Sudijanto menjelaskan pembeli unit rusun atau apartemen akan mendapatkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun).
Steve menyarankan agar memastikan ke pengembang terkait status tanah di bawah apartemen. Baik tanah milik swasta atau pemerintah bisa menjadi pertimbangan.
"Saran saya kepada pembeli atau calon pembeli apartemen, kita harus bertanya ke pengembang atau penjual apartemen, bahwa bangunan apartemen ini paling utama dibangun di atas tanah apa," imbuhnya.
Tanah milik swasta akan mempunyai Hak Guna Bangun (HGB), sedangkan milik pemerintah punya Hak Pemanfaatan Lahan (HPL). Adapun pengembang swasta yang membangun rusun di atas tanah pemerintah mendapat HGB di atas HPL.
"Kalau kita memegang SHM Sarusun di atas tanah HGB di atas HPL, itu kalau digusur, mau dirobohin, stasiunnya mau dibikin, itu ada namanya kompensasi (dari pemerintah). Itu ada perhitungannya," jelasnya.
Seperti pembebasan lahan, pemerintah memberikan kompensasi ke pemilik unit apartemen kalau lahan akan diubah peruntukannya. Namun, kompensasi tersebut ada diperhitungkan sesuai nilai properti oleh konsultan.
Di samping itu, pengacara properti Muhammad Rizal Siregar menyatakan status kepemilikan rumah susun setara dengan kepemilikan rumah tapak berdasarkan aturan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Pertanahan.
Ia menerangkan status kepemilikan hak atas tanah pemerintah adalah Hak Pengelolaan (HPL). Lalu, hak yang diberikan kepada swasta itu Hak Guna Bangunan (HGB). Pembeli rusun TOD yang dibangun di tanah berstatus HGB di atas HPL bisa mendapat SHM Sarusun.
"SHM Sarusun itu kan adalah HPL-nya (merupakan) hak dasarnya (status tanah). Kemudian dibangun oleh pengusaha dalam sertifikat HGB, menjadi HGB di atas HPL (itu secara hukum) bisa," jelasnya.
Namun, dalam proses penerbitan SHM Sarusun tersebut dibutuhkan rekomendasi dari pemilik tanah HPL. Adapun kalau rusun TOD tersebut akan diubah peruntukannya, Rizal mengatakan pemerintah harus membayar ganti rugi secara total karena kepemilikan hak setara dengan rumah tapak.
"Kalau bangunan tersebut mau dibongkar untuk kepentingan strategis nasional, negara harus ganti rugi untuk hunian apartemen tersebut pasti," pungkasnya.
(dhw/dna)