Kamal Ismail adalah sosok arsitek pemasang marmer di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram pada saat pemugaran besar-besaran pertama dilakukan mulai tahun 1926. Ide dari Kamal Ismail untuk memasang lantai marmer tentu sangat membantu jamaah yang beribadah hingga hari ini. Ternyata di balik jasanya itu, Kamal Ismail menolak bayaran dari pemerintah Arab Saudi.
Melansir dari Nigerian Tracker, Raja Fahad dan Perusahaan Bin Laden sudah menawarkan sejumlah upah yang besar, namun dia menolaknya.
"Mengapa saya harus menerima uang (untuk pekerjaan saya) di dua masjid suci? Bagaimana saya menghadap Allah (di hari kiamat?)," kata Kamal Ismail seperti yang dikutip pada Rabu (12/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsitek asal Mesir ini adalah seorang mualaf yang telah meraih 3 gelar doktor dari perguruan tinggi di Eropa. Bahkan sejak duduk di bangku sekolah dia sudah terkenal jenius dan disebut sebagai lulusan tercepat di angkatannya.
Awal mula dia Kamal Ismail memasang lantai marmer di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram agar jamaah yang salat, tawaf, atau berjalan di dalamnya tidak merasa kepanasan. Seperti yang diketahui, saat memasuki Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, jamaah dianjurkan untuk melepas alas kaki.
Kamal Ismail dipercaya oleh pemerintah Arab Saudi untuk yang mendesain teknik perencanaan dan mengawasi proyek pemugaran Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.
![]() |
Dia berhasil mendapatkan stok marmer yang cukup untuk Masjidil Haram dari perusahaan Yunani yang berlokasi di sebuah gunung kecil. Kemudian, 15 tahun berselang, pemerintah Arab Saudi meminta Kamal Ismail untuk melapisi lantai Masjid Nabawi dengan marmer yang sama.
Kamal Ismail pun kembali ke produsen yang sama. Pada saat itu, marmer sulit ditemukan sehingga untuk mendapatkan kualitas yang sama, dia memutuskan untuk kembali ke Yunani.
"Ketika Raja meminta untuk menutupi Masjid Nabawi juga dengan marmer yang sama, saya menjadi sangat bingung karena hanya ada satu tempat di bumi untuk mendapatkan marmer jenis ini, yaitu Yunani, dan saya sudah membeli setengahnya (stok)," ujar Kamal Ismail.
Sayangnya, saat kembali ke sana stok marmer yang dia cari sudah habis. Kamal Ismail meninggalkan kantor penjual Marmer tersebut dengan tangan kosong. Saat perjalanan meninggalkan kantor tersebut, dia bertemu dengan sekretaris kantor. Dia kembali menanyakan keberadaan orang yang membeli sisa jumlah marmer kepadanya. Sekretaris mengatakan sulit untuk mencari data pembeli tersebut karena sudah 15 tahun berlalu. Namun, karena Kamal Ismail meminta untuk dicarikan, dia berjanji akan mencarinya. Kamal Ismail memberikan alamat dan nomor hotelnya serta berjanji akan mengunjungi sekretaris tersebut keesokan harinya.
Setelah itu, Kamal Ismail menyadari satu hal, mengapa dia ingin mengetahui siapa pembeli marmer putih yang menghabiskan stock tersebut. Sementara yang dia butuhkan adalah stok lantai marmer.
Di tengah keheranannya, keesokan harinya, beberapa jam sebelum berangkat ke bandara, Kamal Ismail mendapat telepon dari sekretaris itu. Dia mengatakan menemukan alamat pembeli marmer yang dicari olehnya.
![]() |
Kamal Ismail bergegas ke kantor sembari memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan alamat pembeli ini. Ketika dia melihat alamat pembeli marmer tersebut dia terkejut karena pembeli tersebut adalah perusahaan yang berada di Arab Saudi.
Kamal Ismail kembali ke Arab Saudi pada hari yang sama. Sesampainya di sana, dia langsung mengunjungi perusahaan tersebut dan bertemu dengan direktur admin di sana. Dia menanyakan keberadaan marmer yang mereka beli 15 tahun lalu digunakan untuk apa.
Direktur tersebut pada awalnya mengaku tidak ingat marmer tersebut berada dimana. Setelah menghubungi ruang stok perusahaan, ternyata marmer tersebut tidak digunakan untuk apa pun, tersimpan rapi di gudang mereka dengan jumlah yang diperlukan oleh Kamal Ismail untuk Masjid Nabawi.
Seketika Kamal Ismail menangis dan menceritakan tujuannya mencari marmer tersebut hingga bisa bertemu dengan direktur perusahaan tersebut. Kamal Ismail pun menyodorkan cek kosong untuk diisi harga jual marmer tersebut.
Akan tetapi, direktur perusahaan tersebut menolak untuk mengisi cek tersebut setelah tau marmer itu akan digunakan di Masjid Nabawi. Dia memberikan semua marmer tersebut secara sukarela kepada Kamal Ismail.
(aqi/dna)