Masjid Nabawi dan Masjidil Haram menggunakan lantai marmer yang tahan panas untuk membuat jamaah yang beribadah di dalamnya nyaman. Ide ini bermula dari seorang arsitek mualaf asal Mesir, Muhammad Kamal Ismail. Ternyata selama terlibat dalam proyek pemasangan lantai marmer ini Kamal Ismail menolak dibayar.
"Mengapa saya harus menerima uang (untuk pekerjaan saya) di dua masjid suci? Bagaimana saya menghadap Allah (di hari kiamat?)," kata Kamal Ismail seperti yang dikutip dari Nigerian Tracker pada Rabu (12/6/2024).
Tugas Kamal Ismail sebenarnya tidak sesederhana itu. Dia adalah sosok yang mendesain teknik perencanaan dan mengawasi proyek pemugaran Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raja Fahad dan Perusahaan Bin Laden sudah menawarkan sejumlah upah yang besar untuknya, tetapi dia menolaknya. Dia telah bertekad mengabdi dan berkontribusi pada pembangunan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa menginginkan upah sepersen pun.
Pemugaran Masjidil Haram Pertama oleh Arab Saudi
![]() |
Melansir dari Arab News, proyek pemugaran besar-besaran pertama Masjidil Haram terjadi pada 1926. Selain dipugar, di sekelilingnya juga ditambahkan 3 menara, mengganti lantainya menjadi marmer, mendirikan tenda-tenda di Mataf untuk melindungi jamaah dari panas matahari, hingga mengaspal akses antara Safa dan Marwah.
Penambahan Lantai Marmer di Masjid Nabawi
![]() |
Setelah 15 tahun penggantian lantai marmer di Masjidil Haram, pemerintah Arab Saudi menginginkan Masjid Nabawi juga dipasang mamer pada lantainya.
Kamal Ismail ditunjuk untuk menjalankan proyek tersebut. Pada 15 tahun yang lalu, untuk mendapatkan lantai marmer tidak semudah saat ini. Kamal Ismail mendapatkannya dari perusahaan di Yunani yang berlokasi di dekat sebuah gunung.
Setelah 15 tahun berlalu pun, Kamal Ismail kembali ke produsen yang sama untuk mendapatkan kualitas yang sama. Namun, Lantai marmer yang sama dengan yang dia beli 15 tahun lalu untuk Masjidil Haram sudah habis terjual.
Pada saat Kamal Ismail meninggalkan kantor tersebut, dia tidak sengaja bertemu dengan sekretaris kantor penjual marmer tersebut. Dia menanyakan keberadaan orang yang membeli sisa marmer yang pernah dia beli 15 tahun lalu.
Sekretaris mengatakan sulit untuk mencari data mengenai pembeli tersebut karena sudah lebih dari satu dekade. Namun, dia bersedia untuk mencarikannya. Kamal Ismail pun memberikan memberikan alamat dan nomor hotelnya. Dia berjanji akan langsung mengunjungi sekretaris tersebut keesokan harinya.
Dalam perjalanan menuju hotel, Kamal Ismail mempertanyakan keputusannya mencari tahu siapa pembeli marmer putih yang menghabiskan stok marmer.
Belum selesai keraguannya, keesokan harinya sekretaris tersebut mengabarinya jika dia menemukan alamat pembeli marmer tersebut. Kamal Ismail langsung pergi menemui sekretaris tersebut dan tanpa disangka ternyata pembeli tersebut adalah perusahaan asal Arab Saudi.
Kamal Ismail kembali ke Arab Saudi pada hari yang sama. Sesampainya di sana, dia langsung mengunjungi perusahaan tersebut dan bertemu dengan direktur admin di sana. Dia menanyakan keberadaan marmer yang dibeli 15 tahun lalu digunakan untuk apa.
Direktur tersebut pada awalnya mengaku tidak ingat marmer tersebut berada dimana. Dia pun mencoba menghubungi staf ruang stok perusahaan. Ternyata marmer tersebut tidak digunakan untuk apa pun, tersimpan rapih di gudang perusahaan dengan jumlah yang diperlukan oleh Kamar Islmail untuk Masjid Nabawi.
Seketika Kamal Ismail menangis dan menceritakan tujuannya mencari marmer tersebut hingga bisa bertemu dengan direktur perusahaan. Kamal Ismail pun menyodorkan cek kosong untuk diisi harga jual marmer tersebut.
Akan tetapi, direktur perusahaan tersebut menolak untuk mengisi cek tersebut setelah tau marmer itu akan digunakan untuk Masjid Nabawi. Dia memberikan semua marmer tersebut secara sukarela kepada Kamal Ismail.
(aqi/zlf)