Rumah Guruh Soekarnoputra akan dieksekusi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini. Rumah Guruh ini diketahui bersengketa dengan pihak bernama Susy Angkawijaya.
Guruh menjelaskan duduk perkara dari kasus sengketa rumah di Kebayoran Baru Jakarta Selatan ini. Dia pun menyinggung ada praktik mafia tanah dalam kasus ini.
"Nanti biarkan pengacara saya yang menerangkan. Intinya adalah bahwa saya merasa di pihak yang benar dan saya terpanggil untuk memberantas mafia. Terutama dalam hal ini mafia peradilan dan mafia pertanahan, dan mafia-mafia lainnya yang ada di negara ini," ujar Guruh di rumahnya, Jalan Sriwijaya III, Jakarta Selatan. .
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guruh pun menyebut sudah melakukan mediasi. Awalnya, kasus sengketa ini berawal dari pinjam meminjam uang.
"Kalau cerita dari awal tentu sudah ada melakukan mediasi. Ya panjang ceritanya karena ini dari tahun 2011 sampai sekarang. Yang awalnya sebetulnya hanya pinjam meminjam uang," kata Guruh.
"Berhubung saya ini manusia yang punya hati nurani, saya dapat merasakan itu dan saya merasa dizalimi," tambahnya.
Sebelumnya, PN Jaksel segera mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jaksel. Hal itu merupakan buntut Guruh kalah gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan dihukum ganti rugi materiil Rp 23 miliar.
Humas PN Jaksel, Djuyamto, menyebutkan eksekusi penyitaan rumah merupakan bagian dari proses hukum perdata. Proses hukum yang dimaksud adalah permasalahan antara Guruh Soekarnoputra dan Susy Angkawijaya di mana Guruh kalah melawan Susy.
Mengenai praktik mafia tanah, Kepala BPN juga Menteri ATR Hadi Tjahjanto pada tahun lalu pernah mengungkapkan sejumlah modusnya.
Dia menyebut ada 5 oknum mafia tanah yakni oknum BPN, pengacara, notaris, kecamatan, hingga kepala desa. Hadi sendiri pernah mengungkap modus mafia tanah tersebut. Dalam wawancara khusus dengan Tim Blak-blakan detikcom beberapa waktu lalu, ia menyebut, mafia tanah mengincar lahan kosong.
"Contohnya adalah ada tanah kosong. Tanah kosong itu kemudian ditanya, tanah ini ada punya siapa? 'Oh ini punya anu pak, ini masih belum bersertifikat'. Kemudian ada main dengan pejabat BPN, dan juga mengeluarkan warkahnya ini seperti ini, kemudian dia akan mengurus ke desa mengeluarkan PM1 dan sebagainya kemudian di situ bisa dimulai diakui oleh mafia tersebut," papar Hadi.
"Kemudian langsung masukan ke Pengadilan TUN. Nah itu bisa menjadi miliknya mafia tersebut," sambungnya.
Uniknya, kerja mafia tanah ini sangat senyap, bahkan sampai-sampai pemilik tanah tak tahu tanahnya sedang dialihkan ke orang lain.
Modus lainnya lebih bahaya, yaitu memalsukan sertifikat tanah hasil program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Padahal, PTSL merupakan program resmi dari pemerintah untuk mempercepat pengadaan sertifikat tanah.
Menurutnya, modus ini sudah pasti melibatkan internal BPN. Hadi menjelaskan dalam pengurusan PTSL, ada beberapa sertifikat yang dipalsukan kemudian diberikan ke masyarakat. Nah sertifikat aslinya diendapkan untuk 'dimainkan' mafia tanah. Modus ini terungkap di kasus mafia tanah Jakarta Selatan yang dibongkar Hadi.
"Kasus berikutnya juga bisa terjadi adalah ini ada tanah kemudian dia sedang melaksanakan pengurusan PTSL. Kemudian PTSL-nya belum dikeluarkan. Setelah itu belum dikeluarkan, dia membikin surat palsu mengatakan bahwa ini sudah diserahkan kepada pemiliknya," papar Hadi.
Sertifikat yang diendapkan tadi akan 'dimainkan' oleh mafia tanah. Data di dalam sertifikat itu diganti dan dialihkan.
"Kemudian sertifikat ini diambil oleh kelompok tadi, kemudian untuk mengatasnamakan tanah yang disasar tadi, ganti nama, ganti luas, ganti alamat. Ini modus juga seperti itu," ungkap Hadi.
(zlf/zlf)