Sebuah kawasan hunian mewah yang awalnya digadang-gadang bak negeri dongeng, justru berubah jadi kota terbengkalai. Deretan hunian berbentuk kastil mini bernama Burj Al Babas di Turki yang hingga kini menjadi kota hantu.
Pada awalnya, proyek ini dirancang sebagai kompleks rekreasi besar dengan bangunan bergaya neoklasik yang terinspirasi dari ikon dunia seperti Gedung Capitol AS, Basilika Santo Petrus di Roma, dan Katedral Santo Paulus di London. Keberadaan mata air panas alami di bawah kawasan tersebut, yang dikenal memiliki khasiat penyembuhan, juga ingin dimanfaatkan secara maksimal oleh Grup Sarot.
Dilansir dari situs Love Property, Burj Al Babas merupakan proyek resor mewah yang menawarkan vila-vila bergaya kastil Prancis, lengkap dengan fasilitas kelas atas. Proyek pembangunan tersebut, menjanjikan kehidupan elite ala Eropa bagi para pembelinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, kawasan ini akan dilengkapi berbagai fasilitas, mulai dari taman air dengan seluncuran dan aliran air, kolam renang dalam ruangan, pemandian, sauna, hingga ruang uap. Mereka menggunakan air panas tersebut sebagai sumber energi untuk memanaskan kompleks secara berkelanjutan.
Namun, mimpi besar itu runtuh akibat badai finansial yang menghantam pengembangnya. Lebih dari satu dekade berlalu, kawasan tersebut masih kosong dan belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Kawasan ini terletak di perbukitan barat laut Turki, dekat kota bersejarah Mudurnu. Burj Al Babas awalnya dirancang sebagai resor spa romantis dengan 732 vila. Desainnya terinspirasi ChΓ’teau de Chenonceau di Prancis dan Menara Galata di Istanbul.
Pembangunan proyeknya cukup fantastis, yaitu senilai Β£153 juta atau setara Rp 3,4 triliun (kurs Rp 22.310). Proyek ini digarap oleh Grup Sarot sejak 2011 dengan menyasar pembeli kaya dari negara-negara Teluk seperti Kuwait, UEA, Qatar, dan Arab Saudi.
Namun seiring melemahnya ekonomi Turki, penjualan vila ikut tersendat. Hingga pertengahan 2018, dari 587 unit vila yang sudah dibangun, hanya sekitar 350 unit yang terjual.
Masalah semakin rumit ketika sejumlah pembeli tak mampu melunasi pembayaran. Utang perusahaan pun membengkak hingga Β£20,7 juta atau Rp 461 miliar. Hal itu membuat Grup Sarot mengajukan permohonan konkordat, yaitu perjanjian yang memberi kesempatan debitur beritikad baik untuk mencicil sebagian utang agar terhindar dari kebangkrutan.
Ketua Grup Sarot, Mehmet Emin Yerdelen sempat optimis. Ia menyatakan, bahwa grup pengembangnya mampu mengatasi krisis tersebut dan bisa meresmikan sebagian proyek di tahun berikutnya.
"Proyek ini bernilai 153 juta poundsterling. Kami hanya perlu menjual 100 vila untuk melunasi utang kami. Saya yakin kita dapat mengatasi krisis ini dalam 4 sampai 5 bulan dan meresmikan sebagian proyek pada tahun 2019," ujarnya, dikutip dari Love Property.
Sayangnya, harapan itu tak pernah terwujud. Akhirnya proyek tersebut dinyatakan pailit pada November 2018.
Pada 2021, proyek Burj Al Babas berpindah tangan ke perusahaan multinasional asal Amerika Serikat, NOVA Group Holdings. Mereka berencana melanjutkan pengembangannya sekaligus mencari calon pembeli baru, terutama dari negara-negara Teluk.
Pada 2023, Google Earth memperlihatkan kondisi kawasan Burj Al Babas tampak masih tak berubah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, meskipun kepemilikannya telah berganti. Skala proyek ini terlihat sangat besar dengan deretan vila yang tersusun rapi namun terbengkalai. Hunian mewah itu seolah menunggu penghuni yang mungkin tak pernah datang.
(zlf/zlf)










































