Parahnya Alih Fungsi Lahan di Jabar yang Bikin KDM Setop Izin Bangun Rumah

Parahnya Alih Fungsi Lahan di Jabar yang Bikin KDM Setop Izin Bangun Rumah

Almadinah Putri Brilian - detikProperti
Kamis, 18 Des 2025 17:02 WIB
Parahnya Alih Fungsi Lahan di Jabar yang Bikin KDM Setop Izin Bangun Rumah
Ilustrasi rumah. Foto: Dok. Kementerian PKP
Jakarta -

Belum lama ini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran untuk menghentikan sementara pemberian izin pembangunan perumahan se-Jawa Barat. Hal ini sebagai mitigasi agar tidak terjadi bencana banjir dan longsor di wilayah tersebut.

Pada awal Desember 2025, Kabupaten Bandung sempat mengalami bencana banjir dan longsor hingga ditetapkan status tanggap darurat. Pada Jumat (5/12) Dedi sempat menyebutkan bahwa penyebab banjir dan longsor bukan hanya karena intensitas hujan yang tinggi, tetapi juga alih fungsi lahan dan tata ruang yang tidak sesuai. Tak lama, dikeluarkan surat edaran untuk menghentikan sementara pemberian izin pembangunan perumahan di Bandung Raya, namun kini diperluas hingga se-Jawa Barat.

Alih fungsi lahan di Jawa Barat diperkirakan sudah lama terjadi. Menurut Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna, alih fungsi lahan sudah dilakukan pada era akhir 80-an dan awal 90-an pada wilayah Puncak, ketika keadaan ekonomi Indonesia sedang tumbuh pesat yang mencapai 7 persen sehingga membuat pembangunan properti menjadi marak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wilayah yang paling banyak berubah, yang paling kenceng di Bandung itu di Bandung Utara. Bandung Utara itu habis aja buat perumahan mewah, perhotelan, dan sebagainya," katanya kepada detikProperti, Rabu (17/12/2025).

Menurutnya, tak heran jika di Bandung Utara kerap terjadi banjir karena wilayah itu berada di Cekungan Bandung, ditambah lagi maraknya alih fungsi lahan hutan.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari detikJabar, menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, alih fungsi di Kawasan Bandung Utara, termasuk Kecamatan Lembang, mencapai 28 ribu hektare atau sekitar 70 persen dari total lahan 40 ribu hektare. Bahkan pada 2022-2024, ada 326 izin persetujuan bangunan gedung (PBG) yang diterbitkan di wilayah Bandung Utara, menurut data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) KBB.

Selain itu, marak juga bangunan tidak berizin yang ada di kawasan tersebut. Hal ini memperparah alih fungsi lahan karena menghilangkan daerah resapan air.

Yayat melanjutkan, selain Bandung Utara, kawasan Bandung Barat hingga Cimahi juga mengalami alih fungsi lahan. Hal itu karena wilayah tersebut masih mengikuti pola hidup perkotaan di Bandung.

"Jadi wilayah Bandung Raya adalah yang paling cepat mengalami perubahan. Bahkan sekarang banyak kejadian banjir di wilayah itu, apalagi kalau ada perumahan skala besar misalnya di Cimahi ada Bumi Parahyangan yang cukup besar, ada kota-kota baru lah di sekitar Bandung itu," ungkapnya.

Tak hanya perumahan komersial, adanya perumahan subsidi dinilai memiliki andil dalam perubahan bentang alam di sekitar Bandung bagian selatan. Perumahan subsidi disebut menggunakan area persawahan untuk dibangun hunian karena harga tanahnya masih murah.

Selain Bandung Raya, Yayat mengungkapkan perubahan bentang alam juga terjadi di kawasan Pantai Utara Jawa, yaitu sekitar Bekasi, Karawang, Subang, hingga Cirebon. Hal ini terjadi semenjak kawasan industri banyak bermunculan di sana.

"Itu banyak sekali perubahan, hilangnya area persawahan," ungkapnya.

Selanjutnya, perubahan wilayah yang pesat ada di area Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek). Ya, kawasan Bandung Raya, Pantura, dan Bodebek menjadi 3 area yang paling pesat terjadi perubahan wilayah dan alih fungsi lahan.

"Itu sangat pesat sekali dan hampir semua merambah, kalau nggak kawasan lindungnya, kawasan resapan air, dan kawasan persawahan yang semakin banyak hilang," paparnya.

Sementara itu, Ahli Tata Kota dan Permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengungkapkan, pelanggaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) di Jawa Barat menjadi salah satu yang paling masif di Indonesia. Hal itu bukan karena pembukaan lahan sawit atau pertambangan, melainkan urbanisasi dan industrialisasi yang tidak mampu dikelola dengan baik.

"RTRW Jawa Barat 2009-2029 banyak dilanggar dengan adanya perubahan fungsi lahan, seperti hutan menjadi pertanian dan sawah menjadi permukiman. Ratusan hingga ribuan hektar hutan konservasi di Puncak telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan permukiman tanpa izin lingkungan (AMDAL)," katanya kepada detikProperti.

Sementara itu, RTRW Jawa Barat 2022-2042 sempat ada kasus di mana Kementerian Lingkungan Hidup pada saat itu meminta peninjauan ulang RTRW tersebut karena menghilangkan jutaan hektar kawasan lindung. Pembangunan vila, rumah, dan objek wisata ilegal terus berlanjut di hutan lindung, lereng-lereng bukit, kawasan konservasi dan sempadan sungai. Begitu pula dengan perubahan lahan hijau di beberapa daerah aliran sungai (DAS), seperti di Ciliwung, terus dibiarkan yang diperkirakan sudah melebihi 70% wilayah DAS.

Menurutnya, permukiman padat dan kumuh di sepanjang bantaran sungai di kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung, Bogor, Bekasi, Cimahi, dan Cirebon, juga menjadi salah satu bentuk pelanggaran tata ruang yang serius. Hal ini menyebabkan banjir karena kurangnya daerah resapan air dan mengganggu aliran sungai. Selain itu, permukiman padat di bantaran sungai umumnya tidak memiliki sanitasi yang baik sehingga mencemari air sungai yang ujungnya meningkatkan risiko penyakit, longsor, dan kerusakan lingkungan.

Jehansyah berpendapat, penyusunan dan penetapan RTRW itu selalu ideal, yaitu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan mengoptimalkan pemanfaatan ruang. Begitu pula peruntukan bantaran sungai yang seharusnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan area penyangga lingkungan, sudah diketahui dan disadari.

"Namun praktiknya selalu terjadi pelanggaran dan dari waktu ke waktu dan semakin jauh dari ideal. Persoalannya bukan kurangnya pengawasan dan penegakan regulasi saja. Di satu sisi upaya penegakan hukum dan penghentian alih fungsi lahan secara ilegal sangat perlu dilakukan," tuturnya.

Maka dari itu, ia menilai moratorium yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak salah asalkan diikuti oleh langkah-langkah yang solutif.

"Secara jangka pendek perlu dilakukan penertiban dan relokasi permukiman yang berada di bukit-bukit dan bantaran sungai ke tempat yang lebih aman dan layak. Hal ini seiring dengan upaya meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang," ujarnya.

Secara jangka panjang, pemerintah perlu mulai memupuk kapasitas sektor publik untuk menjalankan pasal 33 UUD 1945, yaitu peran negara dalam pembangunan permukiman, perkotaan dan wilayah.

Di sisi lain, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat mengungkapkan ada sekitar 800 ribu hektare hutan yang mengalami kerusakan dari total 3 juta hektare lahan. Kerusakan lahan ini terjadi di sejumlah wilayah Jawa Barat, seperti Cianjur, Sukabumi, Kota Bandung, Garut, Sumedang, hingga Puncak.

"Di Jawa Barat ini ada kerusakan hutan 800 ribuan hektare. Jadi memang ini PR besar kita ya, PR bersama di tengah jumlah penduduk Jawa Barat terbesar se-provinsi Indonesia dari sisi populasi," ungkap Kepala Dinas Kehutanan Jabar Dodit Ardian Pancapana di Sumedang, Selasa (16/12/2025), dilansir dari detikJabar.

Kerusakan lahan itu terjadi karena adanya galian pertambangan dan alih fungsi lahan.

Sebagai informasi, perluasan kebijakan penghentian sementara penertiban izin perumahan ke seluruh wilayah Jawa Barat tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Perumahan di Wilayah Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan pada 13 Desember 2025.

Dalam surat edaran itu, Dedi menegaskan bahwa ancaman bencana hidrometeorologi tidak hanya terjadi di Bandung Raya, tetapi hampir merata di seluruh wilayah Jawa Barat. Potensi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor dinilai semakin tinggi akibat tekanan pembangunan dan perubahan fungsi lahan.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini

(abr/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads