Sebuah kota kuno di perbatasan timur Turki, Ani, dulu pernah menjadi salah satu pusat metropolitan terbesar di kawasan Kaukasus. Terletak tepat di seberang Sungai Akhurian yang kini menjadi perbatasan Turki dan Armenia. Kota ini pernah dikenal sebagai kota seribu gereja, karena banyaknya bangunan keagamaan yang berdiri megah pada masa kejayaannya.
Ani, pertama kali didirikan lebih dari 1.600 tahun yang lalu dan berkembang pesat karena posisinya berada di persimpangan beberapa jalur perdagangan penting. Pada abad ke-11, kota ini mencapai puncak kejayaannya dengan penduduk yang diperkirakan mencapai lebih dari 100.000 jiwa.
Dilansir dari The Atlantic, Rabu (3/12/2025), kejayaan kota ini tidak berlangsung lama. Wilayah Ani mengalami penaklukan berulang kali selama berabad-abad. Kota ini pernah dikuasai dan direbut kembali oleh Bizantium, Turki Utsmani, Georgia, bangsa Armenia, Kurdi nomaden, hingga kekaisaran Rusia. Konflik yang terus-menerus membuat penduduk terusir dan kota perlahan kehilangan nyawanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar tahun 1300, Kota Ani mengalami kemunduran drastis, dan pada 1700, kota ini ditinggalkan sepenuhnya. Ketika ditemukan kembali pada abad ke-19, Ani sempat kembali menarik perhatian dunia, tetapi Perang Dunia I dan peristiwa Genosida Armenia kemudian membuat kawasan tersebut berubah menjadi wilayah perbatasan yang dimiliterisasi dan ditutup bagi publik.
Reruntuhan kota ini memperlihatkan kerusakan yang terjadi secara beragam, mulai dari penjarahan, vandalisme, penghapusan jejak sejarah Armenia, penggalian arkeologi yang ceroboh, restorasi yang gagal, hingga kerusakan alami yang terjadi dengan sendirinya.
Berdasarkan laporan The Atlantic, beberapa struktur yang masih bertahan, di antaranya adalah Biara Perawan Hripsimian yang diperkirakan dibangun antara tahun 1000-1200 M, berdiri di tepi sungai yang kini memisahkan Turki dan Armenia. Makam Pangeran Anak, di Benteng Dalam, yang berasal dari sekitar tahun 1050 M. Katedral Ani yang dibangun mulai 989 dan selesai pada awal abad ke-11. Kubahnya runtuh akibat gempa besar pada tahun 1319.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Turki mulai melonggarkan akses ke situs ini, memungkinkan fotografer dan peneliti mendokumentasikan peninggalan bersejarah tersebut. Meski kini hanya berupa kota mati yang hening dan runtuh, Kota Ani tetap menjadi salah satu situs arkeologi paling dramatis di kawasan Kaukasus.
(das/das)










































