Gedung perkantoran merupakan salah satu jenis properti yang banyak ditemukan di kota-kota besar, termasuk Jakarta. Kabarnya beberapa tahun terakhir kondisi pasar perkantoran di Jakarta tidak stabil jika dilihat dari jumlah proyek baru.
Menurut data dari konsultan real estate global, CBRE, dalam dua tahun terakhir tidak ada proyek pembangunan perkantoran baru yang diresmikan. Proyek perkantoran yang diketahui masih berjalan atau masih dibangun di Jakarta hanya 2, yakni Two Sudirman dan Indonesia One yang ditargetnya akan rampung pada 2027-2028. Di luar itu, tidak ada proyek baru, bahkan pengembang cenderung mengerem untuk proyek tersebut.
"Karena banyak developer yang mulai sedikit mengerem pembangunan kantornya itu membuat supply pasokan terbatas. Itu mendorong okupansi tingkat hunian yang ada di market," kata Anton saat ditemui dalam acara CBRE Inaugural Media Briefing yang bertajuk "2025 Year in Review & 2026 Outlook" di WTC 3, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya karena jumlah ruang kantor kosong di Jakarta masih cukup banyak dan masih bisa dimanfaatkan. Jumlahnya mencapai 1,7 juta meter persegi ruang kantor kosong di Jakarta dari 7,1 juta meter persegi ruang yang tersedia di wilayah Central Business District (CBD) Jakarta. Apabila nanti dua proyek rampung pada 2028, jumlah ruang kantor tambahan di Jakarta sekitar 1.880 meter persegi.
Anton menyebut jumlah ruang kantor yang terserap sejak awal tahun hingga September hanya 38.000 meter persegi, selebihnya sudah terserap di tahun-tahun sebelumnya.
Tingkat keterisian ruang kantor di CBD Jakarta hingga akhir tahun 2025 mencapai sekitar di atas 75 persen, pencapaian okupansi tersebut lebih tinggi dibanding tahun lain yang hanya di bawah 75 persen.
"Sekarang sudah agak sedikit di atas 75 persen. Jadi ada sedikit kenaikan. Nah diharapkan dengan kenaikan-kenaikan ini, harga sewa yang kemarin-kemarin masih stabil-stabil di situ saja," ujar Anton.
Sementara itu, tidak ada ruang kantor tambahan tahun ini di wilayah non-CBD Jakarta. Namun, masih ada 900 ribu meter persegi ruang kantor kosong dari 3,4 juta meter persegi yang tersedia di pasar. Tingkat keterisian ruang kantor di wilayah non-CBD Jakarta hingga akhir tahun 2025 mengalami kenaikan sekitar 73 persen.
"Di daerah non-CBD juga dinamikanya kurang lebih sama dengan daerah CBD. Relokasi, perpindahan ke gedung atau area yang lebih prestigious karena didorong oleh kondisi tadi itu. Gedung-gedung lama makin run down. Gedung-gedung baru nyari tenant dan kualitasnya lebih bagus. Nah ini mendorong terjadinya relokasi dan upgrade tersebut," jelasnya.
Anton menyebut saat ini juga ada perubahan budaya dalam penjualan ruang perkantoran di Jakarta, yakni tenant atau calon penyewa bisa menawar harga sewa terutama di perkantoran middle ke bawah.
Harga rata-rata sewa perkantoran di daerah CBD Jakarta sekitar Rp 170.000 per meter persegi per bulan. Harga tersebut akan berbeda jika gedung yang disewa masuk kategori grade premium dan baru dibangun, nilainya bisa mencapai lebih dari Rp 3,5 juta per meter persegi per bulan. Sementara itu harga sewa perkantoran di daerah non-CBD Jakarta jauh lebih murah, rata-rata sekitar Rp 124.000 per meter persegi per bulan.
(aqi/das)










































