Kampung Tongkol merupakan salah satu dari sekian banyak permukiman padat penduduk di Jakarta. Namun, kampung ini punya keunikan tersendiri karena saking padatnya membuat sinar matahari tak masuk ke rumah warga.
Pada umumnya, lampu rumah akan menyala saat malam hari agar tidak gelap. Namun lain halnya di Kampung Tongkol, lampu rumah warga terus menyala selama 24 jam agar tidak gelap.
Tak hanya di dalam rumah, lampu juga dipasang di sepanjang gang Kampung Tongkol agar memudahkan warga saat berjalan kaki. Selain menyala di malam hari, lampu tersebut juga menerangi lorong gang saat siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penelusuran tim detikProperti, terdapat beberapa sudut gang di Kampung Tongkol yang tidak ada lampu. Alhasil, saat melaluinya harus perlahan dan hati-hati agar tidak tersandung.
Sebenarnya, tak seluruh Kampung Tongkol gelap akibat tak terpapar matahari. Masih ada beberapa sudut rumah yang terkena cahaya matahari, hanya saja jumlahnya tidak banyak.
Bagi warga yang rumahnya sama sekali tidak tersentuh sinar matahari, mau tak mau lampu harus menyala setiap waktu. Jika dimatikan, suasana justru gelap dan menyulitkan warga untuk beraktivitas.
"Lampunya menyala terus, kalau nggak dinyalain gelap jadinya. Apalagi kalau mati lampu, mau nggak mau orang keluar semua karena gelap dan panas di dalam rumah," kata Evi, salah satu warga Kampung Tongkol saat diwawancara, Kamis (25/9/2025).
Lampu yang terus menyala tentu membutuhkan daya listrik yang besar. Hal ini dapat memengaruhi biaya listrik yang dikeluarkan oleh warga Kampung Tongkol.
Edi Susanto yang merupakan warga Kampung Tongkol mengatakan tagihan listrik per bulannya bisa berbeda. Namun, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membayar listrik yakni sebesar Rp 350.000 per bulan untuk daya 1.300 VA.
"Sebenarnya fluktuatif ya, tergantung kebutuhan juga, kadang naik turun tagihannya. Tapi rata-rata per bulan Rp 350 ribu," ujarnya.
Berbeda dengan Susanto yang tinggal di rumah milik sendiri, Evi justru tidak perlu memusingkan tagihan listrik per bulannya. Sebab, ia tinggal di kontrakan yang harga sewanya sudah termasuk listrik dan air.
"Kalau saya (tagihan listriknya) kurang tahu ya, soalnya saya kontrak di sini Rp 650 ribu sudah sama listrik dan air," papar Evi.
Tidak hanya lampu, kipas angin juga terus menyala setiap waktu di rumah warga. Jika tidak ada kipas angin, rumah akan terasa panas dan membuat penghuninya merasa kegerahan.
Beberapa warga juga memasang exhaust fan, terutama bagi mereka yang tinggal di rumah yang sempit dan gelap. Exhaust fan sangat berguna untuk membuang udara panas dari dalam rumah, sehingga tidak terasa pengap.
Lampu, kipas angin, dan exhaust fan sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Kampung Tongkol. Tanpa kehadiran benda tersebut, mereka tidak akan bisa nyaman untuk beraktivitas dan tidur di malam hari.
Evi sebenarnya sudah nyaman tinggal di Kampung Tongkol. Meski begitu, ia masih berharap agar bisa pindah ke tempat yang lebih nyaman dan aman bersama suaminya.
"Siapa sih yang nggak pengen tinggal di rumah yang enak? Tapi ya di sini sebenarnya sudah nyaman, terus harganya ya Alhamdulillah masih bisa (dibayar) terus insya Allah, masih bisa dibayar sama suami dengan gajinya," imbuhnya.
(ilf/zlf)