Kampung Tongkol yang terletak di Pademangan, Jakarta Utara, menyimpan berbagai kisah haru. Warga setempat yang sudah tinggal selama belasan tahun merasakan pahit-manisnya tinggal di kampung yang 'tak tersentuh matahari' itu.
Tinggal di permukiman padat penduduk memiliki banyak risiko besar. Selain kurang mendapatkan udara segar dan sinar matahari, ada bahaya lain yang juga selalu mengintai, yakni kebakaran.
Evi yang merupakan warga setempat mengatakan Kampung Tongkol pernah mengalami kebakaran hebat pada 2021. Kebakaran itu telah menghanguskan banyak bangunan yang kala itu masih semi permanen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu pernah kebakaran, dari sini (tempat tinggal Evi) sampai depan sungai habis terbakar. Paling besar itu kebakarannya," kata Evi saat diwawancara detikcom, Kamis (25/9/2025).
Evi kala itu belum tinggal di Kampung Tongkol dan masih menempati rumah kontrakan di kampung sebelahnya. Pasca kebakaran, barulah ia pindah ke sebuah kontrakan dua lantai ukuran 4 x 2 meter dengan harga sewa Rp 650.000 per bulan.
Usai dilahap api, para warga kemudian kembali membangun rumah untuk tempat tinggal. Evi menyebut sebagian ada yang menggunakan kayu, lalu ada juga yang membangun secara permanen menggunakan bata ringan.
Saat menyusuri Kampung Tongkol, tim detikProperti menemukan sisa-sisa kebakaran yang telah melahap kampung ini. Terlihat ada kayu yang sudah terbakar masih digunakan untuk struktur bangunan pada salah satu rumah warga.
Selain kebakaran, Kampung Tongkol ternyata juga pernah mengalami masa suram lainnya, yakni kebanjiran. Ketika hujan deras selama beberapa jam, biasanya genangan air akan muncul karena saluran air sudah meluap.
"Kalau lagi hujan sebenarnya banjir, tapi sebentar doang. Lewat doang airnya, terus lama-lama surut karena mengalir ke kali. (Seberapa tingginya?) Nggak tinggi, paling semata kaki doang," ujar Tati, salah satu warga Kampung Tongkol yang sudah tinggal selama lebih dari 30 tahun.
Namun, Tati menyebut pernah sekali terjadi banjir besar yang menenggelamkan Kampung Tongkol. Ia lupa banjir tersebut terjadi pada tahun berapa, tapi yang masih Tati ingat banjir sudah mencapai dada orang dewasa atau sekitar 1,5 meter lebih.
"Pernah dulu sekali banjir, banjirnya sampai se dada orang dewasa. Waktu itu warga pada ngungsi akhirnya ke atas rel. Gara-gara warga mengungsi ke rel akhirnya kereta nggak bisa jalan selama beberapa hari tuh," tuturnya.
Meski pernah mengalami masa suram, kini Kampung Tongkol perlahan sudah mulai berbenah. Warga saling gotong royong demi menjaga lingkungan kampung tetap bersih dan nyaman, meski tidak terkena sinar matahari dan minim mendapatkan udara segar.
Tempat tinggal Evi juga sudah jarang kebanjiran saat turun hujan deras. Meski begitu, Evi menyebut masih ada beberapa area di Kampung Tongkol yang masih tergenang air saat hujan deras karena saluran airnya belum diperbaiki.
"Sudah jarang lah kalau banjir di sini. Paling abis hujan ya jalannya becek-becek aja gitu. Kalau di sana, di Kampung Tongkol yang tengah-tengah itu masih suka banjir kalau hujan," pungkas Evi.
(ilf/zlf)