Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan salah satu fokus kementerian dalam mewujudkan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto adalah mencegah alih fungsi lahan demi ketahanan pangan. Lahan persawahan tidak bisa diubah menjadi kawasan perumahan.
Nusron menyebut kementerian berfungsi seperti manajemen risiko yang harus mempertahankan fungsi sawah. Masyarakat membutuhkan lahan murah untuk membangun rumah sehingga sawah kerap menjadi sasarannya. Kawasan industri pun biasanya mencari tanah serupa.
"Kata kunci hari ini dalam Asta Cita untuk mempertahankan ketahanan pangan yang harus ketatkan lagi demi keadilan adalah menahan laju alih fungsi lahan. Supaya sawah tidak berubah menjadi kawasan industri, sawah tidak bisa berubah menjadi kawasan perumahan, sawah tidak bisa berubah menjadi kawasan belanja dan sosial," ujar Nusron dalam diskusi #DemiIndonesia Wujudkan Asta Cita di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini terutama pada lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Lahan tersebut selamanya harus digunakan untuk persawahan.
Jika ada Proyek Strategis Nasional (PSN) terpaksa melakukan alih fungsi lahan persawahan, mereka harus menggantikannya. Caranya dengan membuat lahan persawahan baru dengan tingkat produktivitas yang sama.
"Kalau sawah tersebut menghasilkan 20 ton satu tahun, maka dia harus mengganti lahan di tempat lain yang produktivitasnya sama 20 ton setahun," tuturnya.
Pada kesempatan itu, Nusron mengungkap Indonesia mempunyai peta tanah dengan luas 190 juta hektare. Dari luasan tersebut, 120 juta hektare berbentuk hutan dan 70 hektare lainnya APL (Area Penggunaan Lain).
"Dari 70 juta itu, 55,9 juta sudah disertifikatkan. Di antaranya 39,8 juta adalah bentuk HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan). Dan HGU-HGB di Indonesia 39 juta itu hektar, 48 persennya dikuasai kalau HGU oleh 16 ribu PT, kalau HGB oleh sekitar 300 ribu PT," katanya.
Kementerian ATR/BPN pun memperhatikan apakah tanah tersebut sudah menerapkan aspek keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi. Salah satu masalah yang pihaknya temui adalah HGU dan HGB tersebut hanya dikuasai oleh 60 keluarga.
"Kalau di-tracking BO-nya, beneficiary ownership-nya, itu hanya dipuasai oleh 60 keluarga," imbuhnya.
Untuk menangani hal tersebut, satu-satunya cara adalah menerapkan aturan plasma 20 persen ketika perpanjang HGU. Hal ini membuat para pengusaha belum berani mengajukan perpanjang HGU.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/dhw)