.webp)
Bank Indonesia (BI) sebelumnya mengumumkan akan menyuntikkan 'vitamin' berupa insentif likuiditas makroprudensial kepada bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR). Insentif tersebut sebesar Rp 80 triliun yang akan diberikan secara bertahap.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Didyk Choiroel mengungkapkan penyaluran insentif tersebut sudah dimulai sejak April 2025. Terhitung sejak April-Juni 2025, insentif yang telah disalurkan sebesar Rp 22,5 triliun. BI juta telah memberikan kelonggaran giro wajib minimum (GWM) sebesar 4 persen dari yang sebelumnya 5 persen.
"Sampai dengan April-Juni 2025 Rp 22,5 triliun disalurkan kreditnya, menghasilkan 36.500 unit rumah, realisasinya. Luar biasa, mendukung di sektor perumahan untuk pembangunan rumah di sektor komersial dan real estate," kata Didyk seusai pertemuan dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di Jakarta, pada Jumat (8/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pemberian insentif likuiditas kepada perbankan yang menyalurkan kredit merupakan salah satu strategi BI untuk mendukung Program 3 Juta Rumah.
Perry melanjutkan, ada strategi kedua yang BI berikan, yakni mendanai dan melakukan sharing untuk program khusus perumahan rakyat.
"Selama setahun ini kami sudah membeli SBN dari pemerintah Rp 155 triliun. Dari Rp 155 triliun sekitar Rp 45 triliun oleh Menteri Keuangan disalurkan untuk pendanaan perumahan rakyat. Dari Rp 45 triliun, sekitar Rp 35 triliun untuk Tapera, yang lainnya untuk SMF maupun untuk subsidi uang muka. Jadi Rp 45 triliun itu yang disalurkan berasal dari SBN yang dibeli BI," jelas Perry.
Dukungan ini bukan tanpa alasan, Perry mengungkapkan ada tiga alasan penting kenapa sektor perumahan khususnya perumahan rakyat menjadi prioritas Bank Indonesia.
Pertama, sektor perumahan rakyat jelas akan menyejahterakan rakyat karena mampu menyediakan rumah bagi rakyat. Kedua, sektor perumahan termasuk perumahan rakyat juga mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Kalau perumahan maju, beli pasirnya nambah, beli besinya nambah, semennya nambah, gentengnya nambah sehingga itu mendorong sektor-sektor yang lain untuk pertumbuhan ekonomi," terang Perry.
Ketiga, sektor perumahan khususnya perumahan rakyat menciptakan lapangan kerja banyak. Misalnya di bidang konstruksi di perumahan itu kan penciptaan lapangan kerja banyak, sehingga kenapa program perumahan itu juga betul-betul menjadi prioritas.
Senada, Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan dampak baik dari peningkatan tren di sektor properti dapat berpengaruh pada sektor lainnya dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Ara juga sudah menyampaikan kepada Presiden Prabowo cara untuk mengatasi backlog perumahan adalah dengan mendorong program penyediaan rumah subsidi.
"Data dari Tapera itu tren meningkat. Kemarin di rapat cabinet 2 hari yang lalu bahwa untuk mengatasi backlog yang 9,9 juta program andalan kami adalah rumah subsidi. Rumah subsidi itu banyak diminati," ucapnya.
(aqi/aqi)
