Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ossy Dermawan mengungkapkan sederet permasalahan tanah di kawasan transmigrasi. Ia mengatakan, permasalahan tanah di kawasan transmigrasi bersifat struktural dan harus diselesaikan secara sistemik.
Ossy mengatakan, masalah pertama adalah subjek hukum, bahwa banyak penerima awal tanah transmigrasi tidak lagi tinggal di lokasi. Selain itu, ada juga kasus di mana nama-nama transmigran dalam surat keputusan pemerintah daerah tidak lagi sesuai dengan realita penguasaan tanah.
Kedua, terkait dengan objek tanah. Ossy menuturkan, tidak sedikit tanah eks transmigrasi yang telah diduduki masyarakat setempat. Ada juga yang tumpang tindih dengan hak guna usaha (HGU) maupun hak guna bangunan (HGB). Tumpang tindih dengan kawasan hutan, bahkan menjadi objek sengketa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketiga, kaitannya dengan tantangan yuridis dan regulasi. Masih banyaknya kawasan transmigrasi yang belum memiliki HPL atau hak pengelolaan. Padahal ini adalah merupakan dasar utama yang kita bisa lakukan tindak lanjut untuk menuju sertifikat hak milik," ujar Ossy dalam acara Penyerahan Sertifikat Hak Milik (SHM) Warga Transmigrasi Lokal Sukabumi (Penempatan Tahun 2001) di Balai Makarti Kementerian Transmigrasi, Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).
Permasalahan terakhir terkait dengan data. Menurutnya, keterbatasan data spasial maupun yuridis menjadi kendala utama dalam penetapan hak.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementerian ATR/BPN telah melakukan beberapa hal, seperti mempercepat penerbitan HPL di lokasi transmigrasi, pembangunan sistem integrasi data spasial dan yuridis serta mengembangkan peta kawasan transmigrasi berbasis geospasial agar lebih akurat.
"Dan yang terpenting kami mengedepankan, menerapkan pendekatan resolusi konflik yang inklusif dan partisipatif. Dengan prinsip jangan sampai satu konflik diselesaikan dengan menciptakan konflik baru," tutur Ossy.
Ia mengatakan, Kementerian ATR/BPN akan meningkatkan kolaborasi dengan kementerian terkait, pemerintah daerah, dan para transmigran untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
(abr/das)