Komitmen pemerataan ekonomi lewat reforma agraria akhirnya mulai terwujud di Ibu Kota Nusantara (IKN). Tepat 20 Mei kemarin, empat sertifikat hak pakai resmi diterbitkan untuk warga di atas lahan milik Badan Bank Tanah (BBT).
Langkah ini menjadi awal dari pelaksanaan reforma agraria tahap pertama yang dilakukan Badan Bank Tanah di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur. Tak hanya sekadar seremoni, ini adalah bagian dari janji negara dalam memberikan kepastian hukum atas penguasaan lahan, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi tanah bagi masyarakat penerima.
"Ini adalah awal dari janji dan komitmen kami dalam mewujudkan keadilan ekonomi di bidang pertanahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui reforma agraria," ujar Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja, dalam keterangannya dikutip Minggu (1/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Parman, penerbitan sertifikat ini menjadi tonggak penting, sekaligus "pecah telur" bagi program reforma agraria yang sudah lama dinanti. Ia menyebut, dari total 129 subjek yang termasuk dalam tahap pertama, sebanyak 75 warga telah menandatangani perjanjian pemanfaatan lahan, dan sisanya akan menyusul secara bertahap.
Sebagai informasi, Badan Bank Tanah merupakan lembaga khusus yang dibentuk berdasarkan PP Nomor 64 Tahun 2021. Lembaga ini bertugas menyediakan tanah untuk berbagai kepentingan, termasuk pembangunan nasional, kepentingan sosial, serta reforma agraria.
Dalam aturan tersebut juga disebutkan, minimal 30 persen dari tanah negara yang dikelola Bank Tanah wajib dialokasikan untuk reforma agraria.
Team Leader Project PPU, Syafran Zamzami, menyebutkan bahwa subjek reforma agraria akan mendapatkan hak pakai tanah selama 10 tahun. Jika lahan dimanfaatkan secara produktif, status kepemilikan bisa ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Benefit-nya tidak hanya pada kepastian hukum, tapi juga nilai ekonomi. Setelah 10 tahun dimanfaatkan, tanahnya bisa ditingkatkan statusnya menjadi hak milik," ujarnya.
Salah satu warga penerima, Sugeng Waluyo (31), mengaku lega dan antusias. Ia berencana segera menggarap lahannya untuk kebun sawit.
"Alhamdulillah akhirnya tercapai juga. Harapannya ini bisa berdampak besar bagi ekonomi keluarga kami. Terima kasih Badan Bank Tanah," tutur Sugeng.
Dengan sertifikat hak pakai di tangan, reforma agraria di atas HPL (Hak Pengelolaan Lahan) Bank Tanah bukan lagi sekadar wacana. Ini adalah langkah awal menuju keadilan sosial yang nyata, dimulai dari IKN.
(das/das)