KPR seringkali menjadi pilihan masyarakat untuk memiliki rumah sendiri. Namun, tak sedikit nasabah yang terkejut saat mendapati cicilan KPR mengalami kenaikan.
Kenaikan ini tentunya bisa mempengaruhi perencanaan keuangan. Sebenarnya, apa yang menyebabkan kenaikan cicilan KPR?
Penyebab Kenaikan Cicilan KPR
Penyebab kenaikan KPR di antaranya kenaikan suku bunga acuan berdasarkan kebijakan Bank Indonesia, kenaikan suku bunga karena kebijakan masing-masing bank, serta kondisi ekonomi yang tidak stabil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kebijakan Bank Sentral
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia (BI) berperan penting dalam menentukan suku bunga acuan (BI Rate). Mengutip laman Bank Indonesia, BI Rate menjadi patokan bagi lembaga keuangan di seluruh Indonesia untuk menentukan besarnya suku bunga yang akan ditawarkan kepada nasabah.
Kenaikan BI Rate bisa berdampak pada naiknya suku bunga turunan, salah satunya KPR, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada April tahun lalu, BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%, namun per Maret 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75%.
2. Kebijakan Masing-masing Bank
Kenaikan suku bunga bank tak hanya mengacu pada BI Rate. Setiap bank memberlakukan bunga yang bervariasi tergantung kebijakannya masing-masing.
Mengutip Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo yang dikutip dari arsip detikProperti, beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi suku bunga KPR adalah kondisi likuiditas perbankan, persaingan antar bank, serta minat dan permintaan KPR.
3. Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil
Saat inflasi tinggi atau kondisi ekonomi tidak stabil, bank cenderung akan menaikkan suku bunga yang nantinya berdampak pada pembayaran cicilan KPR. Sementara, saat kondisi ekonomi membaik, biasanya suku bunga akan diturunkan.
Menurut Chief Marketing Officer Pinhome, Fibriyani Elastria, adanya kenaikan KPR sebetulnya masih aman di beberapa tahun pertama cicilan dengan diterapkannya fixed rate. Namun, kenaikan KPR akan terasa saat memasuki tahun yang menerapkan floating rate, dengan berubahnya bunga KPR yang mengikuti pergerakan pasar.
Solusi Cicilan KPR yang Semakin Mahal
KPR take over merupakan solusi yang diberikan saat cicilan sudah menyentuh bunga floating. Cara ini bisa lebih menghemat pembayaran KPR.
"Bisa di-refinance lagi, sehingga kembali ke bunga fixed untuk 3 tahun 5 tahun," kata Chief Marketing Officer Pinhouse Fibriyani Elastria, mengutip arsip detikProperti.
Fibri mencontohkan, jika sisa cicilan sebesar Rp 500 juta. Begitu di-refinance maka bisa cukup membayar Rp 450 juta.
KPR take over akan melalui proses perpindahan bank. Pemilik rumah akan menjadi nasabah baru, sehingga bisa mendapat penawaran program yang lebih menarik untuk menyiasati beban cicilan yang semakin tinggi.
"Prosedurnya sebetulnya hampir mirip sama prosedur di saat mau mengajukan KPR Rumah. Jadi dokumen-dokumennya nanti yang perlu dilihat lebih kepada dokumen yang sudah di-submit di saat mengajukan KPR di awal dokumen terkait sama para propertinya," jelasnya.
Kemudian, pihak bank akan melihat Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau BI Checking untuk mengetahui kemampuan finansial nasabah. Langkah itu juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab nasabah dalam memenuhi kewajibannya.
Dengan cara ini, nasabah tetap dapat melakukan refinancing di bank yang sama. Sebab, biasanya membutuhkan pelunasan sebagian besar, sehingga cicilan menjadi lebih kecil.
Adapun tips untuk mencari tahu perhitungan ini adalah menggunakan KPR simulator. Nasabah juga bisa memanfaatkan platform online untuk mengulik informasi terkait program bank dan KPR take over tanpa menghubungi bank satu per satu.
(elk/row)