Pemerintah berencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan. Dampak dari naiknya PPN juga akan dirasakan di sektor properti.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, jika PPN benar-benar naik menjadi 12% tentu akan berdampak ke penjualan properti. Sebab, daya beli masyarakat akan menurun.
"Kalau itu diperlakukan ya pasti berdampak terhadap penjualan, terhadap kemampuan konsumen, terhadap daya beli, terhadap akses masyarakat untuk membeli, pasti," kata Joko di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya tidak hanya mempengaruhi industri properti saja. Bahkan, menurutnya pemerintah akan merugi karena tidak mendapatkan kontribusi industri properti yang memiliki 185 subsektor.
"Berarti apa? Ada penurunan dari sektor industri ini dari sektor pertumbuhan, berarti itu juga akan menjadi kerugian bagi pemerintah karena sektor ini tidak bisa memberikan kontribusi," ungkapnya.
Meski demikian, dampak kenaikan PPN bisa dihindari jika insentif PPN ditanggung pemerintah dilanjutkan hingga 2025. Ditambah lagi, jika Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga digratiskan, sehingga masyarakat bisa menghemat untuk membeli rumah. Saat ini, baru BPHTB untuk MBR saja yang akan dibebaskan, namun belum ada informasi untuk rumah komersil.
Namun, jika kebijakan tersebut tidak lakukan maka akan muncul ketidakpercayaan dari masyarakat karena yang disampaikan pemerintah hanya sekadar janji.
"Dampaknya pasti, satu, ada distrust kepada pemerintah. Ada ketidakpercayaan dunia usaha, berarti apa? Akan mendorong kelesuan, akan mendorong orang hold, menghitung ulang, rekalkulasi, berarti akan ada penurunan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan PPN jadi 12% sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Jadi kami di sini sudah membahas bersama bapak ibu sekalian (DPR), sudah ada UU-nya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11/2024).
Sri Mulyani menyebut penerapan PPN 12% mulai 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan DPR RI. Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, salah satunya terkait kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons seperti saat episode global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (COVID-19) itu kita gunakan APBN," ucapnya.
(abr/das)